Bab 6: Dream School

1.3K 220 50
                                    

Semakin besar, Zean dan Zau mudah untuk diatur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semakin besar, Zean dan Zau mudah untuk diatur. Kembar non identik dengan kemiripan wajah yang manis itu selalu bangun tidur tepat waktu. Kadang kala bisa sangat pagi ketika adzan berkumandang sehingga bisa ikut sholat subuh berjamaah dengan Windy dan Jibran.

Namun, rata-rata mereka akan bangun tepat jam enam pagi. Setelah itu, mereka akan pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil dan cuci muka. Selesainya, mereka akan turun ke lantai satu menyusul Windy di dapur.

Windy dan Jibran tidak memaksakan mereka untuk selalu ikut sholat subuh. Karena memang belum masanya diwajibkan. Sesekali sudah bisa ikut pun mereka bersyukur.

"Selamat pagi, anak-anak Bunda!" sapa Windy meletakkan sayur sop di meja makan.

Zean dan Zau kompak naik di kursi mereka.

"Selamat pagi, Bunda."

Bertepatan dengan itu, Jibran datang. Laki-laki itu menghampiri kedua anaknya terlebih dahulu.

"Anak-anak Ayah udah bangun," katanya kemudian mencium pipi Zean dan Zau.

"Wah, ayam!" pekik Zau ketika Windy meletakkan ayam goreng di meja.

Windy tersenyum. "Sesuai request Adek."

"Tima kasih, Bunda."

"Sama-sama."

Jibran membantu Windy meletakkan piring ke meja. Setelah itu, Jibran dan Windy pun duduk di hadapan Zean dan Zau. Mereka sarapan bersama dengan sebelum itu berdoa dipimpin oleh Zean.

Jibran dan Windy selalu mengajarkan anak-anak untuk tidak melupakan doa sebelum dan setelah melakukan sesuatu. Selain itu, dengan meminta Zean dan Zau menyuarakan doa untuk mereka, Zean dan Zau belajar tentang kepemipinan. Belajar memimpin dan berani mengawali sesuatu hal dengan ia yang menjadi wakilnya.

"Bunda, nanti jadi pegi jalan-jalan, kan?" tanya Zau kemudian menggigit ayam kesukaannya.

"Iya. Kita pergi lihat sekolah Kakak dan Adek dulu. Habis itu, kita jalan-jalan," jawab Windy.

Zau mengerut. "Sekolah?"

Windy mengangguk. "Sekolah yang kemarin sempat Bunda ceritain itu, loh, Dek. Di sana ada tempat bermainnya. Jadi, nanti Adek bisa belajar dan bermain di sana."

"Kakak mau sekolah Bunda!" kata Zean bersemangat.

"Adek ndak mau," ucap Zau.

Windy dan Jibran saling bertukar pandang.

"Kok enggak mau? Kenapa?" tanya Jibran.

Zau menggeleng. "Kan, Adek udah belajal dan beymain sama Bunda. Jadi di yumah aja."

"Bukannya kemarin Adek mau, ya?" tanya Windy mencoba mengembalikan ingatan Zau.

Zau menggeleng.

Jibran meletakkan sendok dan garpunya. Ia fokus pada Zau sekarang.

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang