Bab 18: Lip Cream

790 137 80
                                    

Hari yang ditunggu telah tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang ditunggu telah tiba. Zau dan Zean akan tampil di pementasan sekolah. Keduanya sudah berada di sekolah terlebih dahulu untuk dirias dan dipakaikan kostum. Sedangkan Windy masih di rumah karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Jibran kembali ke kediaman keluarga kecilnya setelah mengantarkan kedua anaknya.

"Udah pulang, Mas," ucap Windy melihat kedatangan Jibran di kamar. Windy mengambil salah satu dress yang telah dipilihnya dari lemari baju.

Jibran melepas jaket yang dipakainya. "Udah, tadi Kakak sama Adek langsung di jemput Miss Asah buat dandan."

Windy menganggukkan kepalanya paham. Ia tersenyum, "jadi enggak sabar pengin lihat Kakak sama Adek tampil."

Jibran ikut tersenyum mendengarnya. "Kalau gitu, kamu jangan lama-lama dandannya, biar bisa lihat mereka persiapan nanti."

Windy mendengus. "Aku cepat, ya, kalau dandan."

Jibran mencebikkan bibirnya. Laki-laki itu sungguh tidak percaya dengan perkataan istri tercintanya itu.

Sesuai perkiraan Jibran. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB. Sejak dua puluh menit yang lalu, Jibran sudah siap dengan setelan semi kasualnya. Laki-laki itu mengenakan kaos putih dipadukan dengan celana bahan berwarna abu-abu. Jam hitam menghiasi pergelangan tangannya. Rambutnya sudah ditata sedemikian rupa. Ia jadi tidak bisa menyurai dengan jemarinya karena lelah menunggu Windy yang tak kunjung selesai.

Jibran melihat jam tangannya. Ia beranjak dari sofa lalu menapaki tangga lagi untuk naik ke lantai atas. Sesampainya di sana, Jibran berhenti di tengah-tengah pintu kamar. Netranya menangkap istrinya yang tengah sibuk menatap rak riasnya. Tangannya sesekali mengambil lipstik dan melihat bagian bawahnya.

"Dek, Ayo. Udah selesai belum? Anak-anak udah mau tampil, loh."

"Bentar, Mas. Lip tint aku mana, ya? Kok enggak ada."

Jibran melangkahkan kakinya mendekat. Ia mengambil perona bibir yang ada di meja. "Ini ada."

Windy melihat apa yang dipegang suaminya. Perempuan yang selalu menyatukan rambutnya menggunakan jedai itu menghela napas.

"Bukan. Itu lip cream, Mas."

Jibran menautkan kedua alisnya. Ia meletakkan lip cream itu kembali. Pandangannya melihat berbagai perona bibir istrinya yang tertata rapi. Ada yang terbungkus secara menyeluruh. Ada pula pelindung yang transparan sehingga menunjukkan warna-warnanya. Warna-warna itu tersusun sesuai pigmen hingga menghasilkan sebuah gradasi. Dari mulai warna coklat, merah gelap, merah, oren, hingga pink tua dan pink muda. Jibran tidak bisa menyembunyikan keheranannya. Ada banyak warna yang istrinya miliki, tapi ia masih mencari-cari.

"Ini ada banyak, loh," ucap Jibran.

"Enggak ada. Aku maunya yang shade coral. Kodenya kosong lima. Lihat enggak, Mas?"

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang