Bab 5: Saingan Jibran

1.5K 266 65
                                    

Jibran masuk ke dalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jibran masuk ke dalam kamar. Ia baru saja selesai membacakan dongeng untuk Zean dan Zau hingga mata mereka terpejam. Pria itu menutup pintunya kemudian melangkah menuju ranjang menyusul istrinya.

"Masih nulis?" tanya Jibran saat netranya melihat Windy berpangku alat elektronik setianya.

Windy mengalihkan pandangannya. Perempuan itu menggeleng. "Enggak. Lagi nonton drakor."

Jibran naik ke ranjang. Pria itu menyikap selimut dan menyembunyikan kakinya di sana. Jibran memangkas jarak. Tangannya melingkar memeluk perut istrinya. Pandangannya ikut melihat layar.

"Kehabisan ide, ya."

Windy merasakan kecupan di pelipisnya.

"Enggak. Udah selesai, kok. Ceritanya udah tamat," jawab Windy.

Jibran menatap wajah cantik Windy. "Oh, ya? Mas baca, dong."

Windy tersenyum. "Enggak boleh. Mas harus ikut pre order dulu biar bisa baca ending-nya."

Jibran mencebik. "Gitu aja terus. Istri mas penulis, tapi Mas enggak bisa dapat buku gratis."

Windy terkekeh. "Ingat. Dukung istrinya itu harus totalitas, loh."

Jibran menekan kedua pipi Windy dengan gemas. "Ya, ya, ya, ya," cibir Jibran.

Windy tertawa. Perempuan itu tetap fokus melihat sang aktor dan aktris bermain peran. Ia tidak memedulikan Jibran yang mulai memeluk dirinya erat.

Perlahan-lahan, Windy merasakan kecupan-kecupan di pipinya. Seolah tidak mau berhenti, Jibran mencuri kecupan di bibir Windy. Kecupan itu turun di leher jenjangnya.

Windy hanya diam. Ia tahu maksud suaminya ingin apa. Namun, ia menolak kala Jibran ingin mengecup bibirnya lagi. Windy masih ingin melihat drama.

Jibran mencebik. "Dek..."

"Bentar, Mas. Dikit lagi selesai. Nanggung."

Jibran melihat durasi drama tersebut. Masih tersisa tiga puluh menit.

"Dikit? Setengah jam dikit?" tanya Jibran dramatis.

Windy mengangguk. "Lagi seru, Mas. Tuh, mereka akhirnya nikah. Aku baper banget."

Jibran menghela napasnya. Jika Windy sudah asyik dengan dramanya, maka artinya Windy benar-benar sudah tidak bisa diganggu gugat. Pada akhirnya, Jibran ikut menikmati tontonan istrinya.

Tiga puluh menit berlalu. Jibran tersenyum ketika drama itu telah selesai. Jibran membantu menyingkirkan laptop itu dari pangkuan Windy. Windy terkekeh geli melihat inisiatif suaminya.

Setelah menyimpan laptop itu di meja, Jibran kembali ke ranjang. Pria itu menarik tengkuk Windy. Namun, lagi-lagi rencananya gagal sebab Windy menahan tubuhnya.

"Bentar, Mas."

Pandangan Jibran naik dari bibir menuju mata istrinya. "Ada apa?"

Windy tersenyum. "Aku udah cari PAUD-PAUD buat Zean dan Zau."

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang