Bab 19: Ikan dan Ikatan

588 147 9
                                    

"Bunda!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda!"

Windy mendekat ke arah Zau dan Zean. Keduanya berdiri di samping Jibran. Acara selesai lebih cepat. Windy tadinya menyusul ke ruang belakang panggung, tetapi ternyata anak-anak sudah berpencar menemui orang tua mereka masing-masing. Kini, kedua anaknya sudah ada di gandengan Jibran. Kostum kelinci sudah tergantikan baju couple senada seperti Windy dan Jibran. Kaos putih dipadukan celana dan rok abu-abu.

"Bunda lama banget. Ayo beli ikan," ucap Zean.

Zau melompat riang. "Iya, Bunda. Ayah udah janji mau beliin ikan."

Windy merendahkan tubuhnya di depan Zau. Perempuan itu tersenyum tipis sambil membetulkan rambut Zau yang sedikit berantakan. Sentuhan jarinya terasa halus di rambut putrinya. Namun, pikirannya masih berputar-putar di hal yang lain. Lip cream dan pengakuan Bila yang beberapa menit lalu ia dengar terus menghantui pikirannya. Hatinya berdesir, kecewa, dan marah. Namun, ia harus menekan semuanya. Tidak sekarang. Tidak di depan Zau dan Zean.

"Jadi kita beli ikan sekarang?" tanya Windy pelan, berusaha mengalihkan pikirannya dan tetap memasang wajah ramah.

Zean mengangguk heboh, dengan mata berbinar-binar. "Iya, Bunda! Ikan yang banyak. Biar bisa sampai Z!"

"Yang wananya cantik!" tambah Zau sambil menggenggam erat tangan Windy.

Windy menatap Jibran sejenak, mencoba mencari sesuatu di wajahnya—sesuatu yang bisa menjelaskan segalanya tanpa harus bertanya. Namun, Jibran hanya tersenyum, tenang seperti biasanya, seolah tidak ada yang salah. Senyum itu, yang dulu bisa membuat Windy merasa aman, kini terasa seperti dinding yang membatasinya.

"Yaudah, ayo kita berangkat," kata Jibran, mengambil kunci mobil dari saku celananya. Suaranya terdengar ringan, santai—seolah mereka adalah keluarga sempurna yang bahagia. Windy merasa perih mendengarnya.

Di dalam mobil, suasana terasa canggung. Windy duduk di samping Jibran, sementara Zau dan Zean di kursi belakang sibuk membicarakan berbagai jenis ikan. Windy berusaha fokus mendengarkan cerita anak-anaknya, tapi pikirannya terus kembali berkecamuk.

Windy mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mencoba menahan rasa sakit yang kian menyusup ke dalam dadanya. Ia ingin bertanya pada Jibran sekarang, tapi tidak di depan anak-anak. Mereka terlalu kecil untuk mengerti. Mereka terlalu polos untuk tahu bahwa senyum dan kebahagiaan yang mereka lihat dari orang tuanya saat ini hanyalah topeng.

***

"Bunda, Bunda! Lihat, deh, ikan yang warna-warni itu, bagus banget!" seru Zean tiba-tiba, menunjuk ke akuarium di toko ikan.

Windy terkejut sejenak, tapi kemudian memaksakan senyum. "Iya, bagus banget ya. Kakak suka yang mana?"

Zean menggenggam tangan Windy, menariknya mendekat ke akuarium besar di tengah toko. Zau juga ikut menyusul. Matanya menatap penuh dengan kekaguman.

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang