Bab 17: Penjelasan

574 107 8
                                    

Sebelum menikah, Windy dan Jibran pernah bersepakat untuk selalu mengutarakan kegelisahan jika ada yang tidak beres dengan hubungan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum menikah, Windy dan Jibran pernah bersepakat untuk selalu mengutarakan kegelisahan jika ada yang tidak beres dengan hubungan mereka. Namun, hingga pagi hari, Windy sama sekali belum membicarakannya dengan Jibran. Usahanya tadi malam terpaksa terhalang. Windy sudah menarik suaminya ke dapur. Namun, kedatangan Zau sembari merengek karena pelukan Jibran terlepas membuat Windy urung mengutarakannya.

"Ayah cuma ambil minum, Sayang. Enggak kemana-mana, kok. Yuk bobok lagi."

Zau mencebikkan bibirnya dan mengulurkan tangannya pada Jibran. Jibran pun menggendong Zau dan berlalu meninggalkan istrinya di meja makan. Windy menatap punggung suaminya dengan sendu. Helaan napas pun keluar. Pundaknya meluruh lesu.

Semalam penuh, Windy tidak bisa tidur dengan tenang. Ia masih memupuk kepercayaan pada Jibran. Namun, setitik hilangnya harapan timbul di hatinya. Windy tahu, Jibran bukan tipe laki-laki yang mudah untuk menggoda bahkan tergoda oleh wanita lain. Namun, kepergiannya bersama wanita lain tanpa sepengetahuannya membuat Windy sedikit tak dihargai.

Siang hari, Windy masih sendiri. Perempuan itu menikmati suasana tenang taman belakang rumah yang tercipta. Mendamaikan hati dan pikiran yang sejak semalam masih saja berkecamuk. Kedua netranya yang jernih sudah beralih dari layar laptop. Perempuan itu mengistirahatkan mata dan jari-jarinya dari menulis.

Mengingat Bila lagi, Windy seketika menyesal. Seharusnya, ia saja yang mengantar Zean dan Zau ke sekolah. Jika ia bertemu dengan wanita itu, dirinya bisa langsung memberi teguran kepadanya. Namun, penyesalan memang selalu ada di belakang.

Windy mengambil jus alpukat lalu meminumnya. Pandangannya teralih pada ponsel yang berdenting. Pesan-pesan muncul. Windy melihat grup wali murid DREAM SCHOOL yang mulai ramai. Windy membacanya. Ternyata, dua minggu ke depan akan ada acara pentas seni untuk merayakan ulang tahun sekolah. Zean dan Zau akan tampil bernyanyi sesuai kelompok yang telah dibagikan.

Seulas senyum terbit di wajahnya. Miss Asah mengirimkan foto anak-anak saat latihan menyanyi dan menari. Zean dan Zau ada di barisan terdepan. Keduanya berdiri berdampingan di bagian tengah. Windy jadi tidak sabar menantikan pentas putra dan putrinya. Sejenak, perhatian Windy teralih. Perempuan itu melihat Kio dengan pandangan yang cukup intens. Tak lama kemudian, dahinya mengerut. Jika diperhatikan lebih dalam, Kio mirip seseorang yang dikenalnya.

***

"Mas, kamu pernah pergi berduaan sama perempuan lain di belakang aku?"

Jibran mengerutkan dahinya. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya sembari melepas kaosnya. Ia hendak mandi setelah itu pergi ke Decafe. Jibran ada janji bersama para 7Bujank untuk berkumpul di jam delapan malam. Sekadar nongkrong seperti jaman muda dulu.

"Enggak."

Windy memberikan handuk untuk Jibran. Jibran pun menerimanya. Pria itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi. Ditatapnya Windy yang sedang menelisik kebohongan dari raut wajahnya.

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang