Hera merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memejamkan matanya. Dalam hatinya dia menyesali perbuatannya tadi. Mudah sekali dia terpesona sama mahkluk seperti Nangala. Benar-benar kesalahan fatal. Hera mengacak rambutnya kesal saat bayang-bayang Nangala mencumbunya terlintas begitu saja.Walaupun hanya beberapa menit tetap saja ia malu. Untung saja saat baru beberapa menit Nangala memulai aksinya bel pulang berbunyi. Hingga ia mempunyai kesempatan untuk menghindari walaupun sudah telat.
Hera mendengus kemudian mengubah posisi terlentang menjadi miring. Berkali-kali mencoba menutup mata untuk segera menjelajahi alam mimpi tetap saja ia tidak bisa. Bayangan demi bayangan tadi terlintas begitu saja tanpa izin. Hera mengacak rambutnya, kesal lantaran bayangan Nangala tidak mau hilang."Akhh!" Ia lantas terduduk. Lalu bangkit menuju balkon. Lebih baik melihat pemandangan malam hari dari pada memikirkan hal-hal yang bersangkutan dengan Nangala.
Kesan pertama yang ia lihat adalah Langit terlihat begitu gelap. Langit tanpa bulan terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Hera memejamkan matanya menikmati suasana malam bersamaan semilir angin malam berhembus kencang. Ia mengusap wajahnya yang sudah terasa dingin saat baru beberapa menit di luar. Suara jangkrik mengisi kesunyian malam hari, tampak dari luar jalanan juga sudah tidak seramai tadi, mungkin sudah lumayan larut sehingga tidak ada orang yang keluar.
Kediaman Danurga memang terletak di kawasan yang yang cukup di bilang elit karena para penghuni setiap rumah kebanyakan memiliki pekerjaan yang menjanjikan, seperti pebisnis. Selain pebisnis ada juga beberapa kalangan yang tinggal juga di daerah tersebut.
Suara deringan handphone membuat lamunan Hera buyar. Menoleh sebentar lalu ia memutuskan masuk ke dalam sambil tidak lupa menutup kembali pintu balkon.
"Nomor tidak di kenal?" gumamnya.
Gadis itu memutuskan tidak menjawab takut orang yang menelponnya penipu. Sudah banyak kejadian seperti itu, banyak para penipu menjalankan aksinya lewat benda pintar tersebut dengan cara menghipnotis para korbannya. Dan, Hera jelas tidak mau menjadi salah satu korban. Lebih baik ia ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.
Sementara di tempat lain.
Nangala terus menelpon nomor seorang gadis. Lebih tepatnya Halera, ia mendengus kala panggilannya tidak mendapatkan jawaban. Beberapa kali menelpon dan hasilnya sama ia memutuskan mengetik beberapa kalimat untuk di kirim pada gadis tersebut.
"Lo yakin ini nomornya?" tanya Nangala saat sudah selesai mengirim pesan.
Sangkara menoleh, "Iyalah, emang nomor siapa lagi? Gak mungkin juga Pipit bohong." jawab Sangkara sambil melanjutkan gamenya.
"Nomor siapa?" timpal Galang yang terlihat penasaran. Cowok itu sedang menyisir rambut hitam miliknya.
"Itu nomor pacarnya Si Nangala." jawab Sangkara.
"Kapan lo punya pacar, Gal? Gue yang baru mau pdkt aja kaget, masa lo duluan yang dapat cewek." sahut Farez sambil menatap wajah Nangala.
"Ye.... Pesona cowok tampan gak usah di ragukan lagi, Rez. Lo yang terkenal bisa menaklukkan cewek dalam sehari aja kalah sama Nangala."
Bukan Nangala yang menjawab melainkan Sangkara. Sementara, Nangala masih setia melihat chat nya yang belum juga centang biru padahal status gadis itu online. Entah kenapa Nangala tidak suka saat tiba-tiba ia memikirkan Hera sedang berkirim pesan sama orang lain.
"Shitt...Gue AFK!" ucap Sangkara kala melihat panggilan dari sang Kanjeng ratu.
"Woi, jangan dulu!" seru Farez sambil terus bermain game. "Tanggung, Sang. Abaikan dulu cewek lo tuh, bikin ribet aja." lanjutnya membuat Sangkara berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
NANGALA (ON GOING)
Roman pour AdolescentsSEBELUM BACA, ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW AUTHOR DULU❤️ DARK ROMANCE **** Di jadohin sama cowok yang memiliki rumor gay padahal aslinya brutal. Hati Halera seperti dibuat ganjang- ganjing, saat berhadapan langsung dengan cowok gila, seperti Nangala Put...