09. Tatapan sinis

11.7K 461 48
                                    

Vote nya jangan lupa ya supaya aku tambah semangat untuk update

100 vote buat part ini! Kebetulan aku udah nulis beberapa bab untuk persiapan, kalo udah nyampe target dm aja 🤗

Selamat membaca

***

Sampai di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Nangala baru pulang, tampak mobil lelaki itu memasuki garasi rumah kediaman Adiwijaya. Nangala masuk kedalam begitu mobilnya sudah terparkir rapi bersama jajaran mobil lainnya, suasana dalam rumah tampak bising, orang -orang terlihat sibuk menyiapkan acara pertunangannya yang akan di selenggarakan besok.

Yah, pertunangannya dan Hera besok akan diadakan di kediaman Adiwijaya. Sebenarnya, keluarganya ingin di hotel milik mereka hanya saja keluarga Hera menolak secara pertunangan mereka juga tidak begitu banyak mengundang tamu. Tamu-tamu yang di undang pun terbatas.

"Gala, baru pulang?" suara wanita paruh baya itu terdengar membuat langkah kaki Nangala berhenti seketika.

"Hmm." jawabnya, lalu ia berniat melanjutkan langkahnya. Suara menyebalkan seseorang membuat langkahnya kembali terhenti.

"Gak sopan lo. Mama nanya lo malah jawab cuek banget." serunya.

"Pulang sekolah juga setiap malam, ngapain aja lo di sekolah. Sekolah gue yang jauh aja pulang lebih cepat."

Nangala menoleh pada sang empu. Ia menatap lelaki itu dengan datar. Ini lah yang membuat ia malas pulang ke rumah, lelaki yang sedang selonjoran di sofa tersebut memang suka mencari masalah dengannya.

"Argala!" tegur sang ibu. Wanita itu menoleh pada Nangala yang sudah merubah raut wajahnya menjadi datar. "Gala, kamu udah makan nak? Mama kebetulan tadi masak sup ayam kesukaan kamu."

"Udah." jawabnya. Sebelum pulang tadi ia memang mampir ke apartemennya dulu untuk makan dan mandi. Baru pulang ke rumah ini. Sebenarnya Nangala lebih suka tinggal di apartemen daripada di rumah megah milik ayahnya ini.

"Mah, gak usah di tawarin." ujar Argala lagi sambil mendelik pada saudaranya itu.

Nangala berdecih, ia juga tidak lapar. Tidak mau terpancing emosi ia langsung pergi begitu saja meninggalkan ibu dan saudaranya. Sesampainya, di kamar Nangala membuka baju Hoodie hitam miliknya dan membuangnya begitu saja di lantai.

Nangala mengambil rokok di laci miliknya. Ia butuh benda itu kala sedang emosi. Nangala memejamkan matanya sambil menghisap rokok itu di sela-sela jarinya. Anehnya, ia belum juga tenang biasanya jika sudah menghisap benda mengandung nikotin itu ia akan rileks. Nangala mengacak rambutnya frustasi lalu membuang rokok yang bahkan belum ada setengah itu pada asbak.

Halera.

Nama itulah yang ada di pikirnya sekarang. Nangala memutar kepalanya untuk melihat jam dinding. Masih belum larut. Sebuah senyuman tipis di keduanya bibirnya, Nangala ingin sekali mendekap tubuh Hera. Tidak ingin membuang waktu Nangala segera membuka seragam sekolahnya sambil masuk ke kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian, lelaki itu sudah segar. Tujuan utama yang akan ia datangi adalah kediaman Danurga. Entah kenapa jiwa liar Nangala seolah-olah mendorongnya untuk menemui gadis itu padahal baru tadi ia melihat Hera.

***

Berbeda dengan keluarga Adiwijaya, keluarga Danurga terlihat tidak begitu sibuk untuk persiapan pertunangan. Mereka justru terlihat saling diam baik Mita, Wira mampu Hera tidak ada yang berbicara. Pandangan ketiga keluarga itu justru mengarah pada televisi yang sedang menayangkan sebuah siaran jatuhnya sebuah perusahaan keluarga Sanjaya yang begitu cepat.

NANGALA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang