Sehari setelahnya, Wilona semakin menjauh dari Arin. Kali ini ia serius sama sekali tidak mau berdekatan dengannya.
"Lo musuhan lagi sama Arin?" Tanya Nara.
"Jangan bahas dia, ih! Gue males." Jawab Wilona seketika menekuk wajah.
"Oke, oke."
"Pulang sekolah bareng, ngga?" Tanya Nara, lagi.
"Ngga, gue mau ke tim dulu."
Sekolah hari itu terasa menyesakkan, bagi Wilona maupun Arin. Keduanya sama-sama menghindar dan tidak ingin bertemu, dalam jangka waktu yang tidak bisa dipastikan.
Wilona berjalan menuju markas tim basket di samping ruang OSIS. Matanya tak sengaja menangkap sosok Arin sedang berbincang dengan Juan. Ia mencebikkan bibir lalu melanjutkan perjalanannya.
"Kok sepi, yang lain mana?" Tanya Wilona.
"Juan lagi diluar, Tian ada les, Aka katanya ada urusan sama sekolah sebelah."
"Aduh!! Tuh anak gaada takut-takutnya. Gimana kalo sampe dia tawuran sama anak sebelah?" Ucap Wilona mendudukkan tubuhnya di kursi rapat.
"Biarin, biar tau rasa!"
Juan kembali ke ruangan dan rapat dimulai. Sepanjang rapat, Wilona gemas ingin bertanya pada Juan perihal percakapannya tadi. Namun ia urungkan semua maksudnya.
"Wil, Lo mau bareng gue ngga?" Juan menawari Wilona tumpangan.
"Ngga, gue udah pesen gojek." Bohong saja, sebenarnya Wilona tidak memesan apa-apa. Ia hanya sedang ingin berjalan sebentar ke toko di perempatan sana.
Setelah ruang itu sepi, Wilona keluar dan menguncinya. Ia berjalan keluar sekolah tanpa tahu bahwa Arin sejak tadi menunggunya untuk pulang.
Wilona menghela nafas memikirkan bagaimana ia akan menghadapi Arin kedepannya. Tidak mungkin juga mereka saling diam sampai lulus.
"Aka!!" Wilona terkejut dan berlari menghampiri Aka —teman basketnya yang terluka.
"Wilo! Cepet pergi dari sini!" Aka malah menyuruh Wilona untuk meninggalkannya.
"Lo luka gini gimana gue mau pergi!!!"
Perdebatan itu tak memakan waktu lama, segerombol pemuda kemudian berdatangan dengan luka. Sebagian memakai seragam seperti Wilona, sebagian adalah seragam sekolah sebelah.
Wilona tiba-tiba terjebak dalam gerombolan pemuda yang saling memukul itu sambil masih berpegang pada Aka yang kesulitan berjalan.
"Wilona!!" Suara familiar itu menyapa, kali ini dengan tubuh cekatan yang langsung menarik Wilona untuk menunduk menghindari batu yang dilempar.
"Tetep nunduk. Kita bawa temen Lo minggir." Arin berdiri dan menundukkan kepala Wilona untuk melindunginya. Keduanya berjalan pelan ke tepi dan masuk ke salah satu halaman rumah.
"Lo gapapa?" Tanya Arin.
Wilona mengangguk dan segera menoleh kearah Aka yang nampak kesakitan. Tak lama mereka ada disana, kericuhan kembali terjadi dengan tambahan suara peluit polisi yang sepertinya datang untuk membereskan kerumunan.
"Lo berdua harus lari, jangan ketangkep polisi." Ucap Aka mendorong keduanya untuk pergi dari tempat ini.
"Tapi lo gimana?" Tanya Wilona pada Aka.
"Gue gapapa. Cepetan, Wil!!" Arin segera menarik lengan Wilona untuk berlari bersama banyak pemuda lain yang juga menghindari polisi.
"Arin!!!" Teriak Wilona ketika Arin tiba-tiba terjatuh, hampir menangis.
Suara gemuruh langkah kaki dan peluit yang semakin dekat, Arin dengan lutut terluka dan baju penuh debunya berlari tertatih dibantu oleh Wilona.
"Arin! Wilona! Kalian ngapain disini? Arin kenapa?" Juan mencegat keduanya dengan membawa motor miliknya.
"Gaada waktu buat jelasin, Lo bonceng Wilona ngejauh dari sini."
"Hah? Ngga. Lo bantuin Arin duluan aja, gue masih bisa lari."
"Lo gaboleh ketangkep Wilona. Udah ada temen Lo yang tadi. Kalo Lo ikutan, pikirin nasib tim basket."
Hening beberapa detik setelah Arin melontarkan kata-katanya. Selain gemuruh langkah kaki yang mendekat, ketiga orang itu diam tak bersuara.
"Yang diomongin Arin bener, Wil." Juan akhirnya menimpali.
"Kok Lo malah dukung dia, sih!?" Cerca Wilona.
"Wilona, percaya sama gue, ya? Lo ikut Juan."
Diyakinkan oleh keduanya, Wilona dengan tidak tenang naik keatas motor dan meninggalkan Arin yang masih berusaha berlari menjauh. Wilona tak mampu menahan tangis hingga Juan menghentikan motornya ketika cukup jauh.
Arin dibelakang sana masih berusaha berlari namun akhirnya terjatuh lagi dan memperburuk luka yang ada di lututnya.
Sore di hari Selasa, Wilona menangis sesenggukan dengan harapan cemas tanpa tahu Arin tengah dimasukkan dalam mobil bersamaan dengan belasan pemuda lain yang tertangkap. Juan terlambat datang dan Arin tau bahwa hal ini pasti akan terjadi, tapi ia tak menyesali keputusannya sedikitpun.
*It so dramatic, i don't know how to put it😅
Other cast revealed!!
Intruducing,Juan
He's the captain of basketball team.
KAMU SEDANG MEMBACA
lovenemy; [completed]
Fanfictiontwo biggest enemy are going to start a spark of love. watch how they cope with their strange feeling! in fact, not just them whose fall in love in highschool. guess who does?!