35. a day after

105 9 0
                                    

Dengan susah payah, Arin akhirnya memanjat naik menuju kamarnya di lantai 2. Ia mengganti pakaian dan mengambil peralatan sekolahnya cepat-cepat. Tidak ingin mamanya tau kalau ia kembali kerumah.

Wilona dibawah berdecak khawatir. Ia jadi merasa bersalah membantu Arin melakukan hal tercela ini.

"Harus banget ya?" Tanya Wilona ketika Arin sampai kembali dibawah.

"Harus. Semalem doang mah ngga ngaruh." Balas Arin.

Keduanya kembali mengendap melewati rerumputan taman dan akhirnya keluar lewat gerbang samping.

"Bangunin gue kalo guru dateng." Ucap Wilona pada Nara dan Arin yang ada disana.

"Lo gak tidur semalem?" Tanya Arin.

Wilona menggeleng. Ia letakkan kepalanya menelungkup diantar lengan. Arin mengusap pelan rambut Wilona dan berjalan menuju mejanya di belakang.

Ditengah pelajaran berjalan, Arin merasa matanya memberat. Ia berkali-kali menggelengkan kepala untuk mengusir rasa kantuk, namun tak juga berhasil.

Ia akhirnya meminta izin untuk ke toilet, alasan klise untuk keluar sebentar dari kelas. Arin memang ingin ke toilet membasuh mukanya, namun ia memilih toilet terjauh dari kelasnya. Sekalian berjalan menghilangkan rasa kantuk.

Ia melewati lemari kaca berjajar berisi tropi milik murid berprestasi dari tahun ke tahun. Sebelumnya ia tak pernah benar-benar memerhatikan lemari kaca, namun kali ini ia perhatikan satu persatu foto dan tropi yang terpanjang.

"Eh? Mama?" Gumamnya begitu menemukan wajah tak asing di foto berpigura hitam disana.

Disamping mamanya, berdiri seorang gadis seumuran yang juga ia kenal. Bahkan dari 10 tahun lalu, wajahnya sebenarnya tak banyak berubah.

"It's weird." Arin bergumam, lagi.

Foto mamanya dan Irene nampak cerah. Meski dengan kualitas yang memudar dimakan waktu, foto itu memiliki senyum cerah dan ramah yang bahkan bisa Arin rasakan.

"ngga mungkin mereka ngga deket."

Arin mengingat kembali cerita mamanya mengenai Irene beberapa waktu lalu. Ia ingat jelas mamanya menyebutkan bahwa Irene tidak dekat dengan dirinya. Tapi lihatlah foto ini, keduanya tersenyum sempurna membawa piala besar perlombaan.

Kebohongan kecil mamanya itu membuat Arin menjadi lebih ingin tahu mengenai hubungan mamanya dengan sang kepala sekolah.







































Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
lovenemy; [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang