14. i'm sorry

356 33 0
                                    

Wilona datang ke sekolah dengan mata sembab, habis menangis semalam. Baru berhenti ketika kabar dari Arin sampai ke ponselnya. Namun pagi ini juga, Wilona tidak bertemu Arin.

"Arin dipanggil tadi, katanya disuruh ke ruang guru. Ada apa, sih?" Terang Nara, sekaligus bertanya.

Pagi tadi, Arin yang baru saja menaruh tas langsung disuruh menuju ruang guru. Ia sudah mengerti bahwa ini pasti merujuk pada kejadian kemarin.

Gadis itu menjadi satu-satunya siswi diantara siswa, termasuk Aka.

"Pagi, Rin." Sapa Aka, terdengar akrab di telinga.

"Pagi, Ka." Balas Arin.

Keduanya sedikit berbincang untuk mengurangi ketegangan, meskipun hasilnya nihil. Tangan Arin tetap berkeringat ketika guru sudah mulai duduk di hadapan mereka.

"Tunggu disini, ibu kepala sekolah akan datang sebentar lagi."

Arin membulatkan bola mata. Menemui kepala sekolah karena masalah bukanlah salah satu dari keinginannya di tahun ini. Ini akan jadi catatan buruk dan menarik bagi kehidupannya.

Setelah 15 menit berdiri, seorang wanita masuk dengan setelan jas rapi dan rambut di kuncir rapi kebelakang. Arin memandanginya dengan tatapan takjub, ia tidak menyangka bahwa ibu kepala sekolah secantik ini. Maklum saja, ia belum pernah sekalipun bertemu dengan kepala sekolah.

"Tidak perlu saya jelaskan, kalian pasti sudah tau kenapa kalian ada disini." Suaranya lembut namun tegas berwibawa.

Arin fokus memerhatikan apa yang disampaikan oleh kepala sekolah hingga akhir. Semakin lama ia melihat, ia semakin tenggelam dalam rasa familiar dengan kepala sekolahnya itu. Seperti pernah bertemu sebelumnya.

"Sebagai hukuman yang pantas, kalian akan mendapat skorsing selama 3 hari mulai hari ini." Lamunan Arin buyar ketika hukuman itu diputuskan. Ia menganga saking kagetnya.

"Keputusan ini sudah bulat dan sudah didiskusikan dengan semua guru. Saya harap kalian akan merenungi kesalahan kalian dirumah dan kembali ke sekolah sebagai pribadi yang lebih baik. Jika saya dapat laporan lagi tentang hal serupa, saya akan langsung menindak tegas dengan hukuman yang lebih berat." Setelah mengumumkan putusan itu, kepala sekolah undur diri dan semua murid mulai menggerutu akan keputusannya. Termasuk Arin.

Gadis itu berulang kali menjambak rambutnya karena frustasi.

"Gue bilangin ke guru, yah? Biar Lo dikasih keringanan." Aka menawarkan bantuan.

"Gausah. Nanti Wilona malah ikutan kena." Jawab Arin. Aka mengangguki, ia sekali lagi minta maaf pada Arin.

Bel istirahat pertama berbunyi. Arin sejak tadi tidak masuk kelas, ia lebih memilih diam di kantin dan meletakkan kepalanya diatas meja.

"Arin." Panggil suara yang ia kenal.

Arin segera menoleh, menemukan presensi Wilona berdiri disampingnya.

"Lo sakit?" Tanya Wilona sembari duduk.

"Ngga. Gue cuma habis kena bom."

Wilona merasa bersalah. Jika bukan karena dia, Arin mungkin tidak akan mendapat masalah seperti ini. Rasa marahnya kini berganti menjadi rasa bersalah pada Arin.

"Maaf ya." Ucap Wilona menunduk.

"Gue bilang apa kemarin? Lo gak salah, jangan minta maaf." Arin menepuk pelan bahu Wilona yang menyusut.

"Terus apa kata guru?" Wilona mengangkat wajahnya.

"Gue di skors 3 hari mulai hari ini. Sayang banget kita gaakan ketemu 3 hari." Arin berucap dengan senyum konyol miliknya.

"Sempet masih becanda? Lo di skors, Rin!!"

"Ya terus gimana? Gue terlanjur dapet hukuman." Arin mengangkat bahu dan menampilkan senyum.

"Gue bakal bilangin ke guru." Wilona hampir saja beranjak jika Arin tidak menahan tangannya untuk tetap tinggal.

"Gausah, gue gapapa."

"Gue yang kenapa-napa!" Balas Wilona meninggikan nada bicaranya.

Arin tertawa.

Tiba-tiba saja Arin teringat kejadian Senin lalu ketika memegang lengan Wilona. Ia lepaskan genggamannya.

Mendapati Arin yang tiba-tiba melepaskan tangannya, Wilona melempar tatapan bertanya.

"Maaf, Wil. Soal senin kemarin. Gue ngga berniat buat —"

"Iya, gue tau. Gausah dibahas lagi." Sahut Wilona tanpa menunggu Arin melanjutkan kalimatnya.

Dalam hatinya, Wilona masih ingin Arin meminta maaf lebih panjang. Ia ingin tau alasan Arin melakukan itu, alasan mengapa Arin berpikir untuk menciumnya sore itu.

Disisi lain, Arin lega. Akhirnya permintaan maafnya tersampaikan meski dengan proses yang sangat lama dan berat. Tapi sekali lagi ia berpikir, apa benar ia hanya ingin mengatakan itu saja?
































 Tapi sekali lagi ia berpikir, apa benar ia hanya ingin mengatakan itu saja?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*The audacity to mention it was wild!!!

Other cast revealed!!!
Introducing,

Irene (headmaster).

The charismatic headmaster, Arin's new rolemodel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The charismatic headmaster, Arin's new rolemodel.

lovenemy; [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang