19. cafe talk

370 26 0
                                    

Arin's pov.

Aku merebahkan tubuh keatas kasur, sekali lagi, hari ini. Sudah tak terhitung berapa kali aku bolak-balik dari dapur ke kamar hanya untuk menghilangkan kebosananku. Mulai dari mencoba memasak, sampai menonton tv.

Hari ini hari terakhir aku akan menikmati cuti khusus ini. Besok aku akan kembali ke sekolah, dan berharap tidak akan ada rumor yang berkembang selama 3 hari aku tidak berada disana.

Wilona muncul di notifikasi ponselku, mengirim pesan. Ia bilang ingin bertemu sepulang sekolah. Aku excited, 3 hari diam dirumah sepertinya membuatku senang diajak pergi keluar. Aku bahkan sibuk bersiap sejak 2 jam sebelumnya.

Aku sampai lebih dulu di toko roti pilihan Wilona, tidak sabaran menunggu lawan bicaraku datang.

Tak berselang lama, denting pintu membuatku tersenyum. Aku mengangkat tangan untuk menunjukkan keberadaanku pada Wilona disana. Dia masih berseragam lengkap, dengan cardigan coklat yang biasa ia pakai. Ia duduk dan tersenyum padaku.

"Minum dulu, Wil." Ucapku.

Wilona mengangkat gelas es Caramel frappe yang sudah kupesankan untuknya. Dia terlihat bergelagat aneh, aku tidak tau untuk apa.

"Gimana kabar Lo, Rin?" Tanyanya.

"Baik. Cuma bosen aja dirumah."

Wilona mengangguki jawabanku.

"Gue ngajak Lo kesini buat ngasih tau kalo kita ngga perlu kerja lagi."

Aku tersedak. Wilona melemparkan kalimat itu tepat ketika cairan es baru saja kutelan, salah masuk ke kerongkongan. Membuatku terbatuk dengan tiba-tiba.

"Gapapa, Rin?" Tanya Wilona memberiku tisu, seakan itu membantu mengatasi batukku.

"Lo bilang apa barusan?" Itu pertanyaan retoris, aku jelas mendengarkan apa kalimat Wilona. Hanya saja, rasanya aku ingin memastikan lagi dan berharap salah mendengarnya.

"Gue udah bayar gelasnya. Lo gaperlu bayar gue, anggep aja itu tanda terimakasih karena Lo nolong gue waktu itu." Jelas Wilona lebih panjang lagi.

Aku tidak tau harus bereaksi seperti apa. Ada sesuatu yang membuatku merasa tidak rela jika satu-satunya alasanku berteman dengan Wilona harus berakhir lebih cepat.

"Oh, oke. Good, then!!" Ucapku setelah jeda singkat yang ketara.

Wilona yakin dengan keputusannya, aku bisa melihat itu dari wajahnya yang tenang dengan senyum kecil yang sedikit dipaksakan. Sama sepertinya, aku memaksakan senyum, berusaha membuat Wilona nyaman dengan keputusannya.

Aku pulang dengan langkah pelan, mampir ke minimarket untuk sekedar membeli minuman padahal tidak ada dahaga yang harus dipuaskan. Aku hanya ingin berpikir sebentar, mengulur waktu untuk tidak segera pulang. Siapa tau Wilona kembali dan bilang kalau keputusannya barusan tidak jadi dilakukan.

"Aaaa gila!!" Cercaku pada diri sendiri.

Kalau ditanya kenapa, aku tidak bisa jawab. Semuanya baik-baik saja sebelum aku dan Wilona bertemu pagi itu, harusnya aku akan baik saja tanpanya.

Ah tapi ini juga terlalu berlebihan! Aku akan bertemu dengannya setiap hari saat sekolah, buat apa aku merasa tidak rela melepaskan kerja samaku dengannya!?

"Lo literally bakal ketemu dia tiap hari, Rin." Gumamku.

Aku menghela nafas, lelah mencoba memahami pemikiran dan perasaan yang harusnya milikku ini. Sulit sekali dimengerti.
















































*Belum juga pacaran, udah ada break up scene-nya aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Belum juga pacaran, udah ada break up scene-nya aja.

lovenemy; [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang