28. stay

247 23 0
                                    

Setelah nafas Wilona mulai teratur, Arin melepaskan pelukannya. Ia menatap Wilona tanpa mengatakan apapun. Begitu juga sebaliknya.

"Kita ke UKS." Ucap Arin.

Wilona menggeleng.

"I'm not asking."

Tanpa persetujuan Wilona, Arin membantu Wilona berdiri. Gadis itu tidak punya cukup tenaga untuk menolak Arin yang menopang setengah berat tubuhnya.

"Lo bisa jalan, apa perlu gue gendong?" Wilona melirik Arin tajam, ia artikan itu sebagai tidak.

Keduanya berjalan perlahan menuju ruang UKS yang cukup jauh. Untungnya ini adalah jam pelajaran, keduanya tidak akan menjadi tontonan.

"Loh? Ada apa ini?!" Ibu penjaga UKS memekik khawatir.

"Saya juga ngga tau, Bu." Jawab Arin setelah menukar kode dengan mata Wilona.

Petugas UKS memberi Wilona minum, menyuruhnya berbaring dan melonggarkan pakaian. Ia juga diberi teh manis hangat khas UKS. Arin disamping ranjang, menatap fokus pada Wilona yang warna wajahnya mulai kembali. Meskipun masih pucat.

"Kamu sepertinya pulang saja, istirahat dirumah. Sebentar, saya ambilkan surat izinnya." Ucap penjaga UKS lalu keluar ruangan.

"Gue ambilin tas lo." Hendak beranjak, Arin merasakan tangannya digenggam oleh Wilona.

"Jangan pergi." Ucap Wilona lemah sekali.

"Sebentar doang, gue lari." Ucap Arin.

Wilona tetap tidak melepaskan genggaman lemahnya pada tangan Arin, membuatnya akhirnya menyerah dan duduk diam.

Ia telfon Nara untuk meminta tolong. Nara jelas terkejut dan bilang akan segera kesana dengan barang-barang Wilona.

"Lo harusnya tadi ke kantin sama gue." Gumam Arin.

Surat izin itu datang bertepatan dengan Nara yang juga membawa barang milik Wilona. Nara dengan heboh menanyakan apa yang terjadi, namun Wilona tetap diam. Arin sebagai gantinya, menceritakan bahwa Wilona terkunci di dalam gudang.

"Ngga mungkin kekunci! Gue yakin ada yang ngunciin!!!" Ucap Nara penuh amarah.

"Hustt, berprasangka buruk itu namanya." Penjaga UKS ikut menyahut.

Wilona tetap diam, dia tak berniat menceritakan kejadian lengkapnya pada siapapun. Dia masih terlalu takut untuk mengingatnya.

"Nitip suratnya ya, Ra. Kalo gue ga balik, nitip tas gue bawa pulang aja. Gaada isinya kok." Ucap Arin.

Wilona dan Arin berjalan pelan keluar sekolah. Kali ini Wilona sudah cukup kuat berjalan, meski Arin tetap melingkarkan lengannya di bahu Wilona.

"Gue pesenin gocar aja, ya? Gue bawa motor soalnya."

"Ngga, gue sama lo." Jawab Wilona singkat, tanpa pemaksaan namun cukup untuk membuat Arin tak mendebat jawaban itu.

Arin mengambil motor dan membawa Wilona menuju alamat yang diberikannya. Tanpa obrolan apapun, Arin mengantar Wilona menuju apartemen yang tidak terlalu jauh dari sekolah.

"Gue anterin masuk."

Ini pertama kalinya, Wilona mengajak seseorang ke tempat tinggalnya. Ini juga pertama kalinya, Arin memasuki tempat tinggal Wilona, yang tak seperti dugaannya.

Sampai di kamar nomor 1608, Wilona memasukkan password dan membuka kamar itu. Ia masuk bersama dengan Arin.

"Take care, ya. Gue pulang dulu." Ucap Arin setelah memastikan Wilona masuk ke dalam kamarnya.

Wilona diam beberapa saat, lalu berkata, "gue tinggal sendiri."

"Hah?" Arin secara tak sadar melempar pertanyaan itu.

Keheningan menyelimuti keduanya beberapa detik setelah kata itu dilontarkan. Arin belum mencerna pernyataan Wilona, sedangkan Wilona terlalu malu untuk mengatakan apapun lagi.

"Hati-hati, ya." Ucap Wilona akhirnya.

Wilona berbalik untuk masuk, meninggalkan Arin yang masih menggantung di pintu.

Dengan segala pertimbangan, "i'll stay. Sampe nanti malem mungkin, sampe lo baikan." Katanya.

Wilona melirik, lalu tersenyum melihat Arin melepas sepatu dan mengikutinya masuk lebih jauh kedalam kamar.







































Wilona melirik, lalu tersenyum melihat Arin melepas sepatu dan mengikutinya masuk lebih jauh kedalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Jangan mikir yang aneh-aneh, ya...

lovenemy; [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang