33. bridge

150 13 0
                                    

Wilona's pov.

Aku memutar-mutar ponsel diatas meja. Sedang memantapkan diriku untuk menghubungi Arin. Aku khawatir.

"Mamanya tadi keliatan nahan marah." Aku bergumam pada diri sendiri.

Akhirnya aku membuka ponsel itu, untuk kesekian kalinya. Membuka ruang obrolan Arin dan mengetikkan pesan. Menanyakan apakah dia baik-baik saja saat ini.

Lama sekali tidak ada balasan.

Aku rasa Arin sedang dalam masalah. Mungkin mamanya benar marah padanya sesampainya dirumah. Aku jadi merasa bersalah.

Jam menunjukkan pukul 7, masih belum ada balasan dari Arin.

Aku sama sekali tidak beranjak dari tempatku, dengan ponsel yang masih membuka ruang obrolanku dan Arin.

"Anjir!?" Kagetku ketika tiba-tiba notifikasi telepon muncul.

Arin menelpon.

Aku menarik nafas sebelum menyambungkan telepon itu.

"Wilona..."

Suara Arin terdengar parau. Dengan hiasan lalu lalang kendaraan dan angin kencang sebagai latar suaranya. Suaranya bercampur aduk tidak jelas.

Aku diam beberapa saat.

"Mau kesini ngga? Gue di jembatan samping apart lo."

"Jangan kemana-mana." Ucapku.

Terdengar kekehan pelan yang mengakhiri sambungan telepon itu. Aku segera mengambil jaket dan berlari keluar menuju tempat yang Arin sebutkan.

Dari jauh, aku bisa melihat Arin. Gadis itu berdiri di tepi jembatan sembari menunduk, menatap air sungai yang mengalir deras di malam hari.

"Arin." Panggilku.

Arin menoleh, dengan senyum kecil. Meski bibirnya mengulas senyum, mata sembabnya mengatakan bahwa dia baru saja selesai menangis.

Aku melangkah mendekat.

"Lo naik apa kesini?" Tanyaku.

"Bus." Katanya. Aku mengerutkan alis tanda tak suka.

"Halte kan jauh dari sini! Kenapa malem-malem malah keluar, Rin?! Bahaya kalo sendirian, ini juga lo masih pake se—"

Kata-kataku tersendat sempurna karena Arin tiba-tiba merengkuh tubuhku kedalam pelukannya. Ia telungkupkan kepalanya di bahuku.

"Marahnya nanti, ya?" Ucapnya yang tidak kutanggapi.

Bodoh. Aku bahkan tidak mampu menolak pelukannya. Kubiarkan pelukan itu hingga Arin melepaskannya.

Aku dan Arin duduk di jembatan itu. Mengabaikan lirikan mata yang mungkin memerhatikan. Meski tak yakin akan ada yang melihat kami. Pencahayaan jembatan itu remang-remang.

Bulan malam ini bulat sempurna. Aku memerhatikannya sebelum beralih menuju pahatan wajah Arin yang juga sempurna. Ditimpa cahaya bulan, wajah itu nampak semakin menawan.

"Kenapa? Gue cantik?" Suara itu menginterupsi lamunan kagumku.

Arin berbalik menatapku. Dia tersenyum seperti mengejekku yang ketahuan menatap lekat wajahnya.

Aku tak mengalihkan pandangan. Kujawab dengan jujur, "iya. Cantik."

Sepertinya Arin tak menduga reaksi itu. Ia sedikit terlihat kaget.

Detik berikutnya, tangan kiri Arin naik keatas kepalaku. Dengan perlahan menyelipkan rambutku dibelakang telinga. Membuat sensasi geli yang aneh.

Aku tidak tau.

Mungkin saja, karena bulan malam ini. Atau karena angin malam yang dingin. Atau mungkin juga karena aku terlalu mudah. Aku menutup mata begitu Arin mendekatkan tubuhnya. Bibirnya yang hangat menyentuh bibirku perlahan, meninggalkan rasa manis yang tidak bisa kujelaskan.

"Bibir lo addictive, Wil." Ucap Arin dengan senyum.

Aku segera menoleh ke arah lain. Menyembunyikan pipiku yang mulai menghangat karenanya.

Harusnya aku marah. Harusnya aku membencinya karena dengan tiba-tiba menciumku. Atau setidaknya memukul wajahnya dengan keras.

Tapi aku tidak melakukannya. Karena kurasa, aku menyukainya.

"Lo makan permen aja, deh! Biar ga asal nyosor." Aku membuka sebuah permen dan langsung memasukkannya ke mulut Arin, membuatnya mengaduh karena giginya terantuk permen itu.

Aku tersenyum lagi.

"Mau nginep di apart gue?" Pertanyaan itu keluar begitu saja. Pertanyaan yang langsung kusesali.


















































*Wdyt???!??!!! Apakah pov Wilona menyatakan sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Wdyt???!??!!! Apakah pov Wilona menyatakan sesuatu...

lovenemy; [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang