take a chance with me

776 74 11
                                    

𝑂ℎ, 𝑤ℎ𝑦 𝑐𝑎𝑛'𝑡 𝑤𝑒 𝑓𝑜𝑟 𝑜𝑛𝑐𝑒
𝑆𝑎𝑦 𝑤ℎ𝑎𝑡 𝑤𝑒 𝑤𝑎𝑛𝑡, 𝑠𝑎𝑦 𝑤ℎ𝑎𝑡 𝑤𝑒 𝑓𝑒𝑒𝑙?
take a chance with me -NIKI

𝑂ℎ, 𝑤ℎ𝑦 𝑐𝑎𝑛'𝑡 𝑤𝑒 𝑓𝑜𝑟 𝑜𝑛𝑐𝑒𝑆𝑎𝑦 𝑤ℎ𝑎𝑡 𝑤𝑒 𝑤𝑎𝑛𝑡, 𝑠𝑎𝑦 𝑤ℎ𝑎𝑡 𝑤𝑒 𝑓𝑒𝑒𝑙?take a chance with me -NIKI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok berhenti?"

Jendral menghela napas panjang, menyimpan kembali handphonenya setelah membaca sebuah pesan. Ia menoleh menatap cewek di sampingnya, yang menatap bertanya dan bingung padanya.

"Turun sekarang!"

"Maksud kamu?"tanyanya, lalu sedetik kemudian mendecak. Ia mengerti sekarang."Cewek yang mana lagi?"tanyanya muak, namun bodoh kenapa tetap bertahan.

Jendral mencengkram kuat stir mobil, terus merutuki diri."Salsa. Nyuruh gue jemput dia."

Nakusha meneguk saliva, dadanya membara. Sangat tidak mengerti dengan situasinya saat ini. Ini sebenarnya ada apa?

"Pilih Salsa apa aku?"

"Yaudah. Lo ikut aja ka--"

Bumm!

Nakusha membanting kuat pintu mobil. Kedua matanya memanas lagi. Apa tidak bisa Jendral membiarkannya barang satu hari saja untuk merasakan bahagia dengan cowok itu tanpa harus ada nama perempuan lain?

Ia kira harapan dimana pacarnya itu kembali seperti dulu, akan di mulai hari ini lagi. Sebab sejak pagi di sekolah ia benar-benar senang karena tingkah cowok itu, hingga berakhir makan malam bersama di sebuah restoran.

Ia kira, Jendral Alvaronya kembali. Ada satu pertanyan yang tepat untuk ini yaitu, apa yang sebenarnya Nakusha harapkan dari hubungan yang membawa racun padanya?

Bulir yang ia tahan sedari tadi, seketika luruh begitu saja dari pelupuk tatkala melihat mobil hitam milik Jendral melaju pergi. Rasa bahagia itu seketika lenyap tergantikan oleh rasa sakit yang makin teramat nyata.

Jendral sudah berubah.

"Jendral pasti bakal pulang, dia nggak akan lupa rumahnya siapa."Namun sayang, Nakusha tetap saja mengumamkan kalimat itu dalam kepala.

Seberapa bodohnya cewek itu, tetap saja menyimpan satu harapan di setiap harinya. Karena Nakusha terlanjur ceroboh, betul-betul menjadikan Jendral sebagai satu-satunya. Mengunci cowok itu di satu tempat di hatinya dengan rapat.

Nakusha memeluk dirinya sendiri di tengah dinginnya malam, menatap riuh pikuknya kota Jakarta dari pinggir jalan. Lalu tak lama melambai saat ada taksi, tanpa menunggu ia pun masuk ke dalam.

Sang supir pun melajukan mobil menembus malam ibu kota, walau saat ini bertanya-tanya, kenapa penumpangnya menangis?

***

Nakusha menangis, lagi. Faktanya, cewek itu hampir tiap hari menangis. Menangisi banyak hal, entah itu orang tuanya, rumah, sang kekasih bahkan dirinya sendiri.

NOW IM BLEEDINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang