Akhir Tak Bahagia

137 15 1
                                    

𝘋𝘪𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢
𝘞𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢
— Misellia

𝘋𝘪𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢𝘞𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢— Misellia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nakusha duduk lemas di lantai. Bersender pada sisi ranjang, dengan kedua lutut di tekuk dan kepalanya merunduk dalam. Saat bermain kembang api dengan Lintang tadi, sedikit berhasil membuatnya tenang dan melupakan sakit hati yang terjadi padanya tadi sore.

Namun, saat ia pulang dan kembali ke rumah. Rasa sakit serta masalah yang tadinya hilang kini kembali lagi, menumpuk memutar-mutari otak, hingga membuatnya mencengkram kuat rambutnya sambil menangis berharap sakit di kepalanya hilang saja. Ini terlalu menyiksa.

Sakit hati yang Nakusha rasakan hampir 100% karena seorang Jendral Alvaro. Nakusha menangis lagi setelah tertawa karena kembang api tadi. Apapun yang ia lakukan, ternyata tak semudah itu untuk membuatnya lupa akan rasa sakit.

Tatapan Jendral yang datar tadi, bahkan cowok itu tak membantunya sama sekali, malah meninggalkannya seorang diri membuatnya tertampar bahwasanya memang tak ada harapan. Nakusha terlalu memaksa takdir yang telah di rancang oleh yang Maha Kuasa.

Mempertahankan Jendral memang satu hal paling bodoh yang pernah Nakusha lakukan. Nakusha terus menangis. Benar-benar menangis. Tangisnya tersentak-sentak. Sesekali memukul kuat dadanya yang sesak. Tak lupa mengeluh kenapa harus 'ia'?

Bahkan sampai sekarang Jendral belum juga mencarinya, menelfon saja tidak. Padahal baru semalam mereka benar- benar tertawa lagi. Tawa yang di rindukan. Suasana yang di tunggu-tunggu. Dan pelukan hangat itu, tak pernah berubah.

Sebenarnya, Nakusha tak pernah menyangka, menaruh hati pada seorang Jendral Alvaro adalah penyiksaan tiada tara. Seharusnya, 6 tahun lalu ia tak penasaran pada cowok yang membantunya lolos dari kejaran preman.

Cowok yang rela mengorbankan dirinya untuk di habisi untuk melindunginya. Cowok yang lebih memilih menempelkan plaster luka di lututnya di banding luka di wajahnya sendiri.

Seharusnya, ia anggap biasa saja dan langsung melupakan debaram jantung yang aneh padanya 6 tahun lalu itu. Seharusnya tidak pada Jendral Alvaro.

1 tahun. 1 tahun ia tak pernah menyetujui kalimat 'putus' dari Jendral. Dan selama itu juga tiap harinya selalu ada belati putih yang menusuk dadanya kuat. Namun, tiap hari juga harapan bahwa semua ini adalah mimpi selalu terucap dari mulut Nakusha.

Tiap hari Nakusha menggumamkan nama dan raga seorang Jendral Alvaro. Jendral adalah rumahnya. Ia tak ingin rumah itu hancur. Jika hancur, ia harus lari kemana? Ia harus berteduh dimana? Ia harus istirahat dimana? Ia harus pulang kemana kalau bukan ke rumahnya?

Namun benar kata Lintang tadi, bahwa kita tak bisa menjadikan manusia sebagai rumah. Manusia itu dinamis sedangkan rumah statis. Kalau manusia di jadikan rumah, lalu nanti jika lelah atau kangen pengen pulang, terus tiba-tiba rumahnya malah berubah atau pindah, bagaimana?

NOW IM BLEEDINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang