Bab.8 : Yang Paling Mengenali Diri Sendiri.

676 95 12
                                    

Bab.8 || Yang Paling Mengenali Diri Sendiri.
_______________

Biasanya, pagi-pagi sekali Jimin sudah terbangun begitu suara alarm ponselnya berbunyi dipukul lima pagi, sebelum fajar benar-benar menampakkan entitasnya, sebelum toko aksesoris di sebelah rumahnya dibuka pukul enam pagi. Jimin sudah melakukan aktivitas saat manusia lain bahkan belum terbangun dari tidurnya. Menyiapkan sarapan sehat untuk Jungkook dan ayahnya, membereskan seluruh sudut rumah sebelum kemudian berangkat mengantar susu milik Paman Shin dengan sepeda bututnya.

Namun pagi itu, entah bagaimana Jimin bisa bangun terlambat dari jam ia bangun dipagi-pagi sebelumnya. Pukul enam lewat empat puluh menit Jimin baru terbangun dengan kantung mata membengkak juga lingkar kehitaman dibawahnya. Mencerminkan seberapa lama pemuda itu menangis setelah sang ayah merampas uang tabungannya.

Hal yang lebih mengejutkan datang setelah Jimin selesai bersiap-siap dengan tergesa-gesa, saat Jimin hendak melewati ruang makan yang terhubung dengan dapur, ia dapati dua piring omelet sebagai menu sarapan yang sudah tersaji di meja makan.

Jimin hampir saja melanjutkan langkahnya jika Jungkook tidak datang dengan teko berisi air dan gelas kosong di tangannya yang lain. Bocah yang sudah mengenakan seragam sekolah menengah pertama itu memperlihatkan wajah datar andalannya. Kemudian bersikap seolah-olah acuh tak acuh.

"Apa? Jangan menatapku seperti itu," ketus Jungkook setelah meletakkannya teko dan gelas yang dibawanya pada meja makan.

"Aku membuat omelet terlalu banyak. Aku tidak bermaksud mengajakmu untuk sarapan bersama, hanya saja ... kau tahu, membuang-buang makanan bisa mempersulit hidup. Kita sudah miskin, tidak baik rasanya kalau membuang-buang makanan. Jadi, ya, kupikir kau mau memakannya meskipun hanya terpaksa."

Manik sipit Jimin yang terlihat redup dengan wajah kuyu itu kembali mendapatkan pendar-pendar binar hingga sayu tatapnya tampak lebih bersinar. Jelaga hitam Jimin tak lepas menatap sang adik yang tampak menggemaskan dimatanya saat berusaha memberi penjelasan dengan wajah sok datarnya.

Ah, andai Jungkook tahu jika Jimin bahkan lebih mengenali diri Jungkook daripada bocah itu sendiri. Jimin tahu bagaimana Jungkook yang begitu menjunjung tinggi harga diri dan gengsinya. Jimin tahu bagaimana Jungkook yang tidak bisa jujur terhadap apa yang bocah itu rasakan. Jimin hidup untuk Jungkook. Jimin tahu apapun tentang Jungkook, karena Jiminlah yang membesarkan anak itu hingga usianya tigabelas tahun saat ini.

Dan melihat Jungkook yang berusaha berbicara lebih dulu dengannya setelah sekian lama, membuat Jimin merasakan haru dan hangat yang membungkus luka-luka yang sebelumnya membuat ia sekarat. Benar, sepertinya Jimin hanya butuh Jungkook sebagai obat dari seluruh luka-lukanya. Jimin tidak membutuhkan hal lain selama Jungkook masih ada disisinya.

"Jika kau hanya diam saja dan tidak mau memakannya, lebih baik kuberikan saja pada kucing jalanan—"

"Hei, apa yang kau bicarakan, Jung," sahut Jimin saat Jungkook hendak meraih omelet yang telah dia siapkan. Jimin lantas kembali membawa langkahnya mendekati meja makan. Pemuda itu mendudukkan tubuhnya dikursi sebelum meraih sepiring omelet yang telah Jungkook siapkan. Tangannya mulai menyendokkan omelet tersebut dan menyantapnya dengan senyum merekah. Meskipun beberapa kali wajahnya mengernyit saat lidahnya mengecap rasa yang cukup menganggu indra perasanya.

"Hmmm, agak keasianan. Tapi tidak masalah. Terkadang kita butuh rasa lain selain rasa pahit yang dominan."

"Yak! Jika kau tidak menyukainya  muntahkan saja sialan! Jangan mempermalukanku dengan penilaianmu. Lagipula aku tidak berniat memasak untukmu. Ingat! Seleraku dan seleramu itu berbeda!" Jungkook menudingkan sendoknya dan tatapan garang yang ia tujukan pada Jimin. Bocah itu seolah tidak lagi memiliki harga diri dan mulai merasa menyesal karena telah menyiapkan sarapan untuk kakaknya. Seharusnya Jungkook biarkan saja kakaknya itu tetap berangkat bekerja tanpa sarapan sampai tubuh kurusnya semakin kurus dan kering bagaikan manusia lidi.

SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang