Bab.4 || Jiwa Yang Hancur Penuh Lumpur.
_______________
Dulu sekali, Jungkook pernah berangan-angan untuk bertemu dengan ibu kandungnya. Jungkook iri setiap melihat anak-anak lain yang pulang dengan di sambut peluk hangat seorang ibu. Jungkook iri setiap teman-teman sekelasnya memamerkan bekal buatan sang ibu, saat Jungkook hanya mendapat bekal sederhana buatan sang kakak.
Jungkook ingat bagaimana ia merengek pada Jimin untuk mencari ibu kandungnya saat berusia tujuh tahun. Jungkook ingat bagaimana ia yang begitu mendamba hangat pelukan seorang ibu, juga kecupan sayang sebelum tidur dari sosok yang telah melahirkannya ke dunia.
Namun, saat Jungkook yang lugu dan mudah di bodohi oleh kata-kata manis Jimin perlahan beranjak remaja, bocah itu kini sadar seberapa hancur hidupnya.
Tentang dirinya yang merupakan anak hasil perbuatan hina ayah dan ibu kandungnya, yang membuat ibu kandung Jimin memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya atas pengkhianatan suaminya. Tentang bagaimana ibu kandungnya yang meninggalkannya begitu saja pada sang ayah setelah melahirkannya.
Juga tentang bagaimana Jimin, sosok kakak yang dulunya selalu ia jadikan panutan dan superhero nya itu mengambil jalan yang merusak hidupnya hanya untuk mempertahankan hidup Jungkook yang tidak ada gunanya.
Dan sejak saat itu, Jungkook berharap ia tidak pernah bertemu ibu kandungnya. Atau bahkan jika bisa, Jungkook berharap agar dirinya tidak pernah lahir ke dunia.
"Hei, Jungkook-a, apa benar kakakmu itu bekerja di kelap malam?"
Lantang kalimat tanya yang teman sekelasnya suarakan itu membuat atensi Jungkook terbagi pada sosok itu. Bocah tigabelas tahun itu segera mengalihkan tatapannya, mengabaikan presensi anak lain yang kerap menganggunya di sekolah.
"Oi! Anak miskin! Minhyuk sedang berbicara padamu." Bocah lain dengan nametag Choi Hanbin itu menendang meja milik Jungkook.
"Kalau kau diam, berarti benar, ya. Kakakmu itu bekerja sebagai pelacur di kelap malam?" Bocah bernama Kang Minhyuk yang tadi bertanya pada Jungkook kembali bersuara dengan nada mengejek.
Teman lain ikut menyeletuk seolah memanasi. "Pelacur itu pekerjaan apa?"
Minhyuk tersenyum miring, memperhatikan Jungkook yang hanya bergeming di tempatnya. Seolah tak terganggu meski kepalan tangannya terlihat jelas menahan amarah yang terendam.
"Pelacur itu pekerjaan rendahan. Kau tahu, seperti di drama orang dewasa. Kau akan di bayar mahal asalkan mau di tiduri oleh siapapun."
Di tempatnya, kedua tangan Jungkook saling terkepal di kedua sisi. Terlalu kuat hingga kuku-kuku jemarinya melukai bagian dalam tangannya. Wajahnya kentara menahan luapan amarah yang seolah siap ia tumpahkan dalam kepalan tangannya. Manik coklatnya menatap nyalang pada sosok Minhyuk dan teman-temannya.
"Kenapa, Jung? Tidak terima? Bukankah kau tidak bisa menyangkal karena itulah pekerjaan kakakmu?" Minhyuk bertanya dengan main-main.
Sialnya. Apa yang Minhyuk ucapkan seratus persen tidak mampu Jungkook sangkal. Sebab, Jungkook sendiri yang paling mengetahui seberapa hina pekerjaan sang kakak, tetapi anak itu juga tidak akan membiarkan orang lain merendahkan kakaknya.
"Tutup mulut sumpahmu sebelum aku merobeknya menjadi dua bagian," ancam Jungkook dengan tatapan tajam yang seolah mampu menikam siapapun.
Namun, bukannya terlihat takut dan gentar, Minhyuk justru memperlihatkan senyum miring di sertai tawa remeh merendahkan.
"Kenapa kau marah. Aku benar, bukan?" Minhyuk mendekati meja milik Jungkook. Hingga dirinya saling berhadapan dengan Jungkook. "Kakakmu itu memang hina. Tidak peduli pria atau wanita, pelacur tetaplah pelacur yang tidak punya harga diri-"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]
FanfictionBagian dari project Hujan & Januari Series _____________ Dari banyak hal berharga yang telah di renggut dari hidupnya. Masa mudanya, kebebasannya, harga dirinya, dan ibu kandungnya. Ryu Jimin hanya ingin satu persen alasan hidupnya untuk tetap tingg...