Ryu Jimin masih tak melepas atensinya pada entitas sang adik yang terpejam dengan bias wajah pucat yang terlihat damai. Tidak sedetikpun pemuda itu mengalihkan tatapannya sejak dokter memberitahukan perihal kondisi ginjal Jungkook yang ternyata semakin memburuk sejak beberapa bulan terakhir.
Kondisi ginjal Jungkook yang rusak telah mencapai hampir 90%. Seharusnya, tahun lalu Jungkook telah melakukan operasi donor ginjal. Namun karena terkendala biaya, operasi tersebut harus tertunda hingga kini Jungkook harus kembali menunggu ginjal yang cocok untuknya.
Akan tetapi, daripada itu. Jimin lebih memilih untuk memaki dirinya sendiri sebab lalai menjaga Jungkook. Jimin terlalu sibuk mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan dan biaya hidup mereka sampai lupa jika yang paling Jungkook butuhkan adalah waktunya.
"Maaf, maafkan aku, Jungkook-a." Lirih parau Jimin terdengar sumbang.
Tangan Jungkook yang terbebas dari infus dan selang transfusi darah itu Jimin bawa dalam genggaman hangatnya. Pemuda itu memilih terdiam menunggui adiknya tersadar sembari menormalkan kerja jantungnya yang bertalu-talu beberapa waktu lalu. Jimin hampir kehilangan kewarasannya saat deru napas Jungkook terdengar sangat lemah hingga nyaris tak terasa. Pun juga bagaimana pucatnya wajah Jungkook yang begitu pasi seolah raga sang adik tak lagi bernyawa.
"Tolong maafkan kelalaianku. Aku berjanji akan menjagamu dengan lebih baik lagi. Dan kaupun harus berjanji untuk selalu baik-baik saja," tutur Jimin, begitu lirih sarat akan keputus-asaan.
"Aku ... aku tidak bisa membayangkan bagaimana hidupku setelah ketiadaanmu. Berjanjilah untuk selalu di sisiku. Berjanjilah untuk selalu baik-baik saja. Cepatlah sadar dan maki aku sepuasmu."
Sungguh, sekalipun hanya angan-angan belaka, Jimin tidak pernah membayangkan bagaimana harinya jika Jungkook tidak lagi dalam jangkau pandangnya. Orang-orang mungkin beranggapan jika Jungkooklah yang amat bergantung pada Jimin sejak kecil. Padahal, Jiminlah yang paling bergantung pada Jungkook bahkan sekedar alasan untuk tetap hidup hingga esok.
"Ayo kita selesaikan daftar keinginanmu yang belum kau selesaikan. Aku —" Manik kelam Jimin tampak mengabur, bibirnya bawahnya ia gigit guna menahan gelenyar sesak yang menginvasi dadanya. Tangannya semakin meremas halus tangan Jungkook digenggamannya.
"—Aku baru saja memenangkan kupon berlibur gratis di Lotte World. Ayo kita berlibur ke Lotte world setelah kau sembuh. Lalu setelah itu, kita akan mengunjungi Namsan tower bersama-sama di musim semi. Kemudian, aku akan memboncengimu dengan sepedaku untuk berkeliling disepanjang sungai Han. Ayo kita lakukan itu semua setelah kau sembuh."
Manik cokelat Jungkook yang kerap menyorot tajam itu masih betah terpejam damai. Membuat Jimin semakin diselimuti bayang-bayang ketakutan. Takut jika pejam itu tak lagi terbuka dan memperlihatkan binar cokelatnya. Takut jika tidur sang adik terlalu lelap hingga tidak lagi terbangun. Takut, jika segala kemungkinan-kemungkinan terburuk benar-benar menjadi kenyataan.
Jimin ... tidak akan baik-baik saja setelah kehilangan Jungkook.
•••••••
Sekaleng soda dingin telah Jimin tandaskan tanpa sisa. Pemuda itu kini tengah berada di kantin rumah sakit setelah mendapat pesan dari Jeon Jooha yang mengajaknya untuk bertemu. Jungkook belum sadarkan diri hingga saat ini. Hal itu membuat Jimin menolak ajakan Jooha untuk bertemu diluar lingkungan rumah sakit. Tapi tentu wanita itu tidak akan menyerah begitu mudah.
Jooha berhasil melacak keberadaan Jimin dan langsung menyusul Jimin hingga kini keduanya berakhir di kantin rumah sakit yang cukup lenggang.
"Jika kau datang menemuimu hanya untuk membicarakan hal kemarin, maka jawabanku akan tetap sama seperti kemarin, nyonya Jeon Jooha." Baris kalimat bernada dingin yang Jimin perdengarkan mengundang tatap penuh arti dari Jooha.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]
FanfictionBagian dari project Hujan & Januari Series _____________ Dari banyak hal berharga yang telah di renggut dari hidupnya. Masa mudanya, kebebasannya, harga dirinya, dan ibu kandungnya. Ryu Jimin hanya ingin satu persen alasan hidupnya untuk tetap tingg...