Bab 10 : Sepercik Api dan Cara Memadamkannya

690 95 46
                                    

Bab.10 ||Sepercik Api dan Cara Memadamkannya.
________________

Menjelang siang hari, cafe terlihat sepi dengan hanya menyisakan beberapa pengunjung yang masih bertahan. Membuat Jimin memiliki kesempatan untuk membersihkan mesin kopinya, sembari menunggu waktu tutup cafe yang hanya tersisa beberapa jam lagi.

Namun, lonceng pertanda pelanggan yang baru saja memasuki pintu cafe, serta sapaan ramah Jina dari sebalik meja kasir di samping pintu masuk membuat Jimin mengurungkan niatnya. Pemuda itu menunggu pesanan pelanggannya kalau-kalau ia harus kembali menggunakan mesin kopi.

"Ryu Jimin?"

Berat suara laki-laki  dewasa yang terdengar familiar membuat Jimin mengalihkan atensinya dari mesin kopinya. Pemuda itu lantas menoleh hingga mendapati sosok pemuda asing yang kemarin sempat meminta tolong padanya yang kini tengah berdiri di balik meja counter.

"Kau Jimin, kan? Wahh, aku tidak menyangka kita bertemu lagi secepat ini."

Alis Jimin bertaut bingung. Ia seolah lupa siapa nama dari pria tersebut. "Ya, kita bertemu lagi. Uhm..."

"Seokjin, panggil aku Seokjin. Kau pasti lupa namaku, bukan?"

Jimin meringis sungkan saat ucapan Seokjin begitu tepat membaca isi kepala Jimin. Sedangkan Seokjin sendiri hanya bereaksi seadanya. Tidak terlihat tersinggung dan justru sibuk memilih menu kopi yang tersedia di atas meja counter.

"Ah, benar. Aku masih punya hutang denganmu tempo hari. Bisakah kita berbincang sebentar?" Seokjin bertanya dengan senyum ramah yang begitu sulit Jimin tolak pintanya.

"Um, aku—"

"Pelangganmu juga hanya aku, bukan? Tenang saja, aku akan mentraktir mu. Buatkan aku secangkir Macchiato, dan pesan apapun yang ingin kau minum. Kita perlu mengobrol sebagai teman."

Jimin tidak diberi jeda untuk menyanggahi ucapan Seokjin saat pemuda itu langsung berlalu begitu saja mengambil posisi di meja paling pojok untuk duduk. Jimin menghela napas pasrah, rupanya pria bernama Seokjin itu merupakan pribadi yang cerewet dan banyak bicara. Sangat jauh berbeda dengan wajahnya yang terlihat tenang dan berwibawa.

Pemuda duapuluh tahun itu lantas segera menyiapkan secangkir macchiato milik Seokjin, juga membawa secangkir espresso untuk dirinya. Beruntungnya, suasana caffe memang sedang sepi saat Seokjin datang. Hanya beberapa pelajar yang memilih menepi setelah memesan segelas kopi sebagai teman belajar.

Nampan berisi secangkir espresso dan macchiato itu Jimin bawa dengan langkah pelan menuju meja tempat Seokjin berada. Pun setelahnya, ia meletakkan kopi tersebut di atas meja dan menarik satu kursi di depan Seokjin untuk ia duduki.

"Well, pertama. Aku ingin mengucapkan terimakasih untuk bantuanmu beberapa hari lalu." Kalimat Seokjin yang pertama terdengar setelah Jimin mendudukkan dirinya berhadapan dengan Seokjin. Pria jangkung tersebut meraih secangkir macchiato miliknya yang masih mengepulkan asap-asap tipis untuk ia tiup perlahan sembari menyamankan posisi duduknya.

"Oh, dan. Usiaku sudah tigapuluh tahun meskipun aku sama sekali belum pernah berkencan," paparnya sembari menyesap perlahan secangkir macchiato miliknya.

"O-oh, maafkan aku karena tidak—"

"No problem. Kau bisa memanggilku senyamanmu," potong Seokjin saat Jimin hendak meminta maaf atas panggilannya sebelumnya.

Pria itu meletakkan kopinya yang telah ia sesap sebagian. Pun setelahnya, manik kelamnya seolah memindai Jimin secara terang-terangan hingga Jimin dibuat tidak nyaman oleh tatapannya hingga memilih untuk beralih dari atensinya pada Seokjin, lantas tangannya bergerak memutari ujung gelas kopinya yang berisi secangkir espresso yang belum ia kecap sedikitpun.

SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang