Three

1K 256 13
                                    

"Kamu nunggu lama banget. Maaf ya, Za..." ucap Putri saat melihat Eza yang sedang berdiri sambil membaca komik kungfu boy di dekat pintu masuk bioskop.

Eza membolak-balik komik yang baru dia baca separuh jalan, menunjukkannya ke Putri. "Belum sampe tamat, kok," ucapnya sambil tersenyum.

"Maaf banget ya...." gumam Putri tak enak hati. Dia tahu dia terlambat sampai nyaris satu jam karena tadi harus berdebat agak alot untuk dapat izin pergi.

"Gapapa. Yang penting kamu dateng," tambah Eza sambil mengusap pelan puncak kepala Putri.

"Aku yang beli tiketnya ya...." ucap Putri demi mengurangi rasa bersalahnya.

Eza yang baru saja memasukkan komik ke ranselnya langsung menggeleng. "Gak boleh! Ini kan first date kita."

"Popcorn, deh...." tawar Putri lagi.

"Enggak! Ntar aku marah kalau kamu tiba-tiba pergi beli popcorn pas aku antri tiket!" balas Eza dengan pandangan mata mengancam.

Putri tertawa. "Ih... belum apa-apa udah ngambek aja!" ledeknya.

Wajah Eza berkeriut lucu. Tangannya meraih jemari Putri dan menggenggamnya erat. "Emangnya cuma kamu doang yang bisa ngambek?"

Putri mencubit lengan Eza dengan tangannya yang bebas. "Kapan aku ngambek, sih?" protesnya.

"Ituuuu... pas aku kasih coklat valentine! Aku malah ditinggal pergi trus kamu gak mau ngomong lagi sama aku sampe les selesai!" gerutu Eza.

"Aku gak ngambek, Ezaaaa.... Malu aja diledekin anak-anak sekelas tauk!" ucap Putri membela diri.

"Kenapa, sih? Memangnya kamu malu sama aku?" cecar Reza sambil mereka mengantri tiket.

Cemberut, Putri membalas. "Ihhh kamu, ihhh... malah ambil kesimpulan aneh gitu. Gak suka aku dengernya!" serunya sambil agak menghentakkan kaki karena kesal.

"Yahhh... Sayang... kok, malah jadi marah gini sih?" bujuk Eza terburu-buru.

Putri diam saja walau ekspresinya merajuk.

Selesai membayar tiket dan membeli popcorn. Eza mengajak Putri untuk duduk di dekat pintu studio. "Jangan marah, dong, Ti...." bujuknya lagi dan Putri masih saja diam sambil sesekali memakan popcorn-nya.

Putri menarik napas dalam sebelum berkata. "Aku gak malu sama kamu. Cuma jengah aja di cieeee... cieeee-in gak ada habisnya. Gak nyangka aja kalau bakal pada senorak itu. Padahal, kan yang punya pacar bukan kita doang!" gerutunya.

Eza tertawa kecil. "Yang pacaran sekelas kan baru kita aja," godanya. "Nanti juga pada bosen, kok, ngeledekinnya."

"Minggu depan kira-kira akan berhenti ngeledek gak?"

Eza memandang jauh terlihat seperti berpikir keras. "Ummmmm.... Sabar-sabar sampai naik tingkat gimana? Bisa, kan? Harus bisa pokoknya! Aku gak mau kamu mundur cuma gara-gara diledekin doang!"

Tangan Putri terulur mencubit pinggang Eza. "Pikiran kamu tuh isinya hal negatif aja ya? Selalu yang keluar kemungkinan terburuk terus!"

"Ya wajarlah, aku overthinking! Kamunya manis banget begini! Sebetulnya aku agak syok loh lihat kamu tadi, tapi aku usaha banget buat stay cool. Biasa lihat kamu pake seragam kusut, sekarang pakai baju bebas kenapa jadi seimut ini???" seru Eza berapi-api mengomentari penampilan Putri yang sebetulnya sederhana saja. Kaus putih dan celana jeans ditambah dengan sweater berwarna biru muda. Dia bahkan tidak mengenakan make up selain bedak tabur dan juga lipgloss.

Wajah Putri memerah seketika. "Za... mending kamu balik lagi ke setelan sok cool, deh...." Putri menunduk, menyembunyikan ekspresi dengan mencari-cari entah apa di tasnya karena malu dipuji terang-terangan seperti itu.

Tertawa, Eza mengacak-acak rambut Putri sekilas sebelum bangkit. "Masuk, yuk... yang jaga udah ada," ajaknya sambil mengulurkan tangan ke arah Putri.

"Ti... habis nonton boleh mampir ke RS gak?" tanya Eza saat mereka sudah duduk dan menunggu film dimulai.

"Kenapa? Kamu sakit?" tanya Putri keheranan.

Eza tersenyum lebar sambil menggeleng. "Enggak. Mamaku dokter dan dia Praktek di deket sini. Dia ngajakin makan di kantin sana sekalian nanti pulang bareng aja. Makanan di sana enak-enak, loh."

Terdiam sejenak, Putri akhirnya menjawab. "Oke... boleh, deh. Kamu udah bilang akan ajak aku, kan?"

"Pastinya! Makanya mama mau ketemu sama cewek yang aku teleponin setiap malam sampe bikin tagihan telepon bengkak."

———————————

Putri terkesiap. Tangannya sampai dia gunakan untuk menutup mulutnya. Setelah pulih dari rasa terkejutnya, Putri bergegas mengucapkan ucapan duka cita sambil mengusap-usap lengan Eza. "Ya ampun, Za... aku gak tau. I'm so sorry for your lost ya... I really am!"

Tersenyum getir, Eza menjawab. "Aku pun sama kagetnya, Ti. Gak nyangka aja karena gak ada sign sama sekali. Tau-tau papa nelpon jam 3 pagi, nangis-nangis, minta aku pulang secepatnya karena mama udah gak ada. It was such a nightmare."

Putri menatap Eza prihatin sambil terus mengusap lengannya pelan dan sesekali menggumamkan maaf yang dia tahu tak akan cukup untuk membalut luka.

"Saat ini rasanya aku cuma berusaha melanjutkan hidup aja kayaknya... walau rasa sakitnya gak hilang-hilang ya, Ti. Kayaknya gak akan bisa sembuh juga. Kenapa sih aku harus selalu kehilangan orang yang paling berharga buat aku? Mama... dan juga...." Eza berhenti sejenak, menatap ke kedalaman bola mata Putri sebelum melanjutkan dengan suara pelan. "Kamu...."

————————-

Luv
NengUtie yang akhirnya memutuskan untuk tetap membuat mini part aja biar lancar updatenya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang