Thirty four

809 216 26
                                    

Walaupun secara resmi Reinald dan Putri akhirnya sepakat menjalin hubungan kembali, bukan berarti Putri tidak merasakan perbedaan besar dalam hubungan mereka.

Reinald rutin memberi kabar, sleep call tiap malam, bahkan dua kali mengajaknya makan siang bersama. Akan tetapi, Putri juga merasakan jurang yang membentang di antara mereka. Untuk orang yang dulu love language-nya adalah physical attack bukan hanya sekadar physical touch karena hobi ndusel-ndusel, Reinald yang sekarang jauh berubah. Bahkan berpegangan tangan saja nyaris tidak pernah.

Putri mencoba berpikir positif. Kan memang mereka sudah sepakat menjalaninya perlahan saja. Lagipula memang Putri sendiri masih suka merasa canggung, namun setidaknya dia sudah berusaha. Begitu juga dengan Reinald.

Pagi ini dia sudah berjanji akan menemani Reinald berlatih di kafe. Saat dia tiba, dia disambut dengan senyum lebar dari Reinald yang menungguinya di depan kafe ditambah dengan usapan pelan di puncak kepalanya. "Kamu masih ngantuk gak? Kemarin kan kita ngobrol sampai jam 11?"

Putri menggeleng. "Enggak kok... yang udah dateng siapa aja?"

"Lengkap semua," jawab Reinald sambil mengedikkan bahu ke dalam.

Putri keheranan. "Ujang juga? Kok bisa bangun pagi dia?"

"Pada kangen sama kamu kayaknya. Siap-siap aja ya... mental aman? Siap diledek norak?" Reinald mengingatkan.

"Mentalku udah siap tempur dari awal!" Putri mengepalkan tangan dengan tampang meyakinkan.

Reinald tertawa, mengacak rambut Putri sekali lagi sebelum membuka pintu dan mempersilakan Putri masuk duluan. "Ladies first...."

Putri masuk dan mendapat sambutan meriah dari teman-temannya.

"Kriwilll!!!!"

"Wil! Kangen, Wil!!"

"Wil! Pajak balikannya mana, Wil???"

"Wil, udah bisa nyanyi belom, Wil??"

"Wil! Kok rambut gak pernah lurus, Wil? Kirain patah hati bikin rambut loe berubah jadi selicin iklan shampo!"

Putri tertawa kencang. "Ihhh kangen juga sama bangsat-bangsatku ini!!!!"

Bergantian mereka memeluk Putri, mengucapkan selamat datang kembali. Mengobrol dan bercerita seru.

Tak berapa lama, mereka kedatangan tamu lain di kafe. Gita dan kakaknya, Gamma yang ternyata teman baik Ujang.

"Ohhh... ini yang namanya Putri?!" seru Gita saat pertama kali berjumpa dengan Putri.

"Halloooo...." Putri balas menyapa dengan senyum ramah. Saling mengecup pipi kiri dan kanan.

"Huhuhu... rambutnya lucu banget sihhhhh!!! Ahhh, iriii!! Mau punya rambut mie kayak gitu!!! Perawatannya susah gak sih?? Aku pernah loh dikeriting ala-ala gitu, tapi kok ya malah bikin rambut rusak kering kerontang! Trus gak bertahan lama juga. Sad banget sama rambut lurus lepek aku ini!" cerocos Gita.

"Ihhh... dulu aku malah mau punya rambut lurus biar gak ribet! Pas kecil makanya dipotong pendek terus! SMP manjangin rambut, ujung-ujungnya cuma dikuncir kuda doang tiap hari. Jelek banget asli!" balas Putri.

"Masa sih??? Tapi ini cakepppp!!! Rapi banget keliatannya. Ya Bang, ya... lucu banget! Bikin keliatan makin imut-imut kayak bocil! Mana kulitnya mulus banget! Gemezzz ihhh! ucap Gita sambil memukul-mukul lengan abangnya yang sedang bicara dengan Ujang.

"Foundation ini! Foundation! Kalau dihapus juga semua noda dan dosa-dosa di muka langsung keliatan!" elak Putri.

"Enggak, ah! Pasti memang kulitnya bagus! Gak keliatan pakai foundy loh!! Aku kan biasa pakai heavy make up kalau terbang! Jadi tau bedanya. Rei, kok nemu aja sih yang lucu-lucu begini? Nyari di mana?"

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang