Thirty one

707 213 51
                                    

Eza
Aku sudah sampai ya, Ti.

Melihat pesan dari Eza, Putri segera membalas.

Putri
Tunggu 5 menit ya.

Dia mengambil dompet dan meraih kunci apartemennya sebelum turun menuju kafe di lantai dasar. Sengaja dia meminta Eza menunggu di kafe saja dan bukan di kamarnya karena dia sedang muak jika harus membahas hal-hal kelewat personal yang membuat dia bisa meledak di tempat. Setidaknya Putri yakin dia akan malu jika harus berteriak-teriak di depan umum.

Memakai kaus lusuh, celana pendek, rambut dijepit asal dan tanpa make up, Putri menghampiri Eza yang tampak rapi sebagaimana dia biasanya.

"Hai!" sapa Eza sambil tersenyum lebar saat melihat Putri yang dibalas hanya dengan anggukan singkat.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Eza lagi.

"Hmmm... minum aja deh. Bentar, aku pesen dulu." Tanpa menunggu reaksi Eza, Putri bergegas pergi ke counter dan memesan minuman untuk dirinya sendiri.

Putri datang membawa iced latte di tangannya.

"Kamu ngajak ketemu yang katanya urgent tuh kenapa ya, Za?" tanya Putri.

"Kamu gak jawab telpon aku, gak bales pesan aku dari semalem," jawab Eza.

"Soalnya aku gak anggap penting, jadi gak kubales. Kalau cuma sekadar nanya kabar itu sumpah gak penting banget!" balas Putri pedas.

Eza menarik napas dalam. "Ti...."

"Apa, Za?? Yang mau kamu pastiin itu apa? Fisik aku?? Ya liat aja sendiri. Baik-baik aja kan!"

Lagi-lagi Eza menarik napas dalam. "Noval minta maaf...."

"Ke kamu?? Emang kamu diapain? Digrepe-grepe juga?" potong Putri.

"Ti!! Please!!"

Putri terdiam, menyeruput kopinya sampai tinggal tersisa separuh.

Melihat Putri mulai agak tenang, Eza kembali melanjutkan. "Aku anter dia ke rumah sakit semalem. He hurt him really bad sampai rahangnya dislokasi. Noval bilang, dia memang lagi ada masalah di rumah. Niat ngumpul buat having fun, tapi kebablasan aja."

"The fuck!! Kamu bilang itu cuma kebablasan? Dari sekian banyak cewek yang dateng tadi malem ya, Za! Kenapa harus aku?! Padahal dia duduk lebih deket sama Melly kalau seandainya dia emang niat ngelecehin cewek! Trus, kamu pikir, aku gak denger kamu sempet bahas aku ke dia semalem?"

Eza ternganga. "Astaga, Ti! Dia cuma nanya apa kamu sama Rei masih dating? Trus nanya berapa lama kita pacaran dulu."

"Ya ngapain juga kamu jawab! Urusan aku sama Rei itu kan bukan urusan kamu terutama Noval juga. Just because kita pernah bareng, bukan berarti kamu jadi tau segala hal tentang aku, Za! Trus kamu sebetulnya ngomong apa ke dia sampai dia bisa sekurang ajar itu ke aku? How good am I in bed?"

"Bukan itu, Ti! Bisa-bisanya kamu nuduh aku bahas hal seprivat itu ke orang lain!"

"Ya terus apa??" hardik Putri.

"Ya aku gak tau, Putri!! Bener-bener gak tau kenapa dia bisa begitu!!" seru Eza putus asa.

"Ya udah kalau kamu ternyata gak tau apa-apa! Trus buat apa kamu minta maaf ke aku atas nama dia? Emang gak bisa dia minta maaf sendiri?! Ehhh, lupa... rahangnya dislokasi kan sampai sulit buat ngomong?! Tangannya apa? Patah??? Jarinya remuk?? Sampai sekadar text aja gak bisa? Perasaan Rei cuma ngehajar mukanya aja! gak ke badan-badan!" sembur Putri.

Eza memejamkan mata sejenak sambil menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Aku udah handle bagian itu. Noval gak akan tuntut Rei untuk penganiayaan walau tadinya dia mau begitu."

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang