Putri menyerahkan secangkir susu hangat ke Reinald sekaligus juga dengan sepiring biskuit coklat kesukaannya.
"Aku pegang ponsel buat bikin catetan ya, beb...." Putri meminta izin terlebih dahulu karena Reinald paling tidak suka kalau ada yang sibuk dengan gawai saat mereka sedang menghabiskan waktu bersama.
Reinald mengangguk, sementara dia mengambil notes kecil dan pulpen yang ada di laci tempat TV Putri.
"Kita gak langsung jump ke anak, kan? Tapi samain pandangan soal cara hidup dulu? Atau kamu mau bahas soal anak dulu? Yang lain nyusul belakangan?" tanya Putri lagi.
"Menurut kamu enaknya gimana? Kita kan udah sama-sama tau gaji masing-masing, pengeluaran rutin, aku tau kamu lagi ngincer posisi jadi Manager... yang kalau kata kamu harusnya kekejar lah 2/3 tahun lagi paling lambat. Kamu juga udah aku jelasin hirearki di kantorku gimana... and I'm quite happy with it. I have no complain at all! Penghasilan tambahan aku dari ngamen itu berapa...."
"Yang aku belum tau kan saving kamu ada berapa, beb...." potong Putri. "Here... let me tell you mine...."
Putri membuka ponselnya dan menunjukan beberapa aplikasi tabungan dan saham yang dia miliki.
"Whattttt??? Kok bisa????? Kamu baru keluar gede buat DP apartemen ini, kan???" seru Reinald terperanjat saat melihat tabungan Putri menyentuh angka tiga digit.
Putri tertawa kecil, menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. "Ummmm.... Jelasinnya gimana ya... hmmmmm.... Jadiiii... begitu lulus kan aku nganggur tuh...well... dua bulan doang kayaknya. Kurang malah! Nah... Eza...."
Raut wajah Reinald mulai berubah. "Kenapa lagi dia??" serunya sinis.
Putri tertawa gugup. "Ya... dia kan lulus agak lebih cepet ya. Beda berapa bulan doang tapi kan dia sebelum wisuda udah direkrut duluan sama papanya. Nah... pas dia dapet gaji pertama, dia ngusulin... hmmm... engggg... tabungan bersama... buat... errrrr...." suara Putri semakin lama semakin mengecil sampai nyaris tak terdengar saat mengucapkan kata terakhir. "Nikah...."
"Oh... terus?" ucap Reinald kaku.
"Dia minta aku buka rekening atas nama aku, aku yang pegang kartu atm, buku tabungan... dia cuma kebagian tugas buat ngisi doang. Pas aku mulai kerja ya aku tambahin setiap bulan. Dulu aku taruh nyaris separuh gajiku di sana soalnya gak enak karena dia ngisinya dua kali lipat dari aku. Ya beda nasib sama beda gaji, sih ya...." Putri mencoba mencairkan suasana walau dia tahu akan gagal total.
"Ya... itu berlangsung sampe 3 tahun lah... kurang lebihnya sampai kami putus. Aku udah coba balikin semua, loh, beb... aku cek mutasinya, udah kuhitung sampai bunganya sekalian! Ku transfer ke rekeningnya malah dia balikin lagi. Ada kayaknya aku main yoyo bolak-balik transfer 10 kali sampe akhirnya aku nyerah. Dia jauh lebih batu dari aku soalnya. Dia juga ngancem lah kalau aku sampe kasih donasi pake uang jatah dia... hmmm... ya intinya dia pegang kartuku, deh. Selama aku diem aja dan nerima uangnya ya dia juga akan diem-diem aja. So far beneran gak pernah diganggu juga aku.
Trus karena udah kebiasaan nabung, jadi ya aku terusin aja nabungnya sampe sekarang. Makanya hasilnya jadi segitu. Belum pernah kupake sama sekali. Aku beli apartemen ya hasil dari tabungan yang lain yang bikin aku sampe masuk RS gara-gara salah intermittent fasting demi menghemat," jelas Putri.
"Tabunganku sekarang bahkan gak nyampe seperempatnya, beb...." keluh Reinald.
"Gapapaaaa... yang penting kamu gak punya utang! Kan mobil udah lunas juga... malah utang KPR ku yang banyak! Sudikah mas Reinald menanggungnya bersamaku???" goda Putri.
"Boleh lah boleh... tapi nikah dulu ya, Mbak Putri!"
Putri tertawa dan mengacungkan jempolnya tanda setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
RomanceKetemu masa lalu yang sudah di flush jauh-jauh itu memang ibarat membuka pandora box atau makan sekotak coklat ala Forrest Gump. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Seperti yang dialami Putri saat dia bertemu kembali dengan cin...