75. BUKAN TAKDIRKU

66 1 0
                                    

"Mengenalmu bukan rencanaku, mencintaimu juga bukan mauku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mengenalmu bukan rencanaku, mencintaimu juga bukan mauku. Rasa nyaman dan sayang datang
dengan sendirinya tanpa kusadari. Dan melupakanmu bukan suatu hal yang mudah untuk aku lakukan. Meski kini aku tahu bahwa kau bukanlah takdirku."
(Devan Satya Aditama)

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Nada yang lagi sendirian hendak memasuki ruang perpustakaan. Karena ketiga sahabatnya sudah pada balik pulang saat selesai mata kuliah kelas terakhir. Ada tugas penyusunan skripsinya yang harus ia revisi pada bab sebelumnya.

Belum juga kakinya melangkah kedalam ruang perpustakaan, langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya.

"Nada!" panggil seorang laki-laki yang tak lain adalah Devan.

Nada menoleh ke arah sumber suara itu berasal.

"Kak Devan ...." lirih Nada yang kemudian langsung menundukkan pandangannya.

"Assalamu'alaikum, Nada." salam Devan setelah berada tepat di hadapan Nada dengan jarak beberapa senti meter.

"Wa'alaikum salam, kak Devan." jawab Nada pelan.

Hening sejenak. Nada masih menunggu Devan mau bicara apa padanya. Sementara Devan menunduk. Entah kenapa tiba-tiba lidahnya menjadi kelu untuk berucap.

"Em, maaf. Kak Devan ada perlu apa ya sama saya? Soalnya saya buru-buru mau masuk ke dalam." ucap Nada pelan dengan perasaan tidak enak hati terhadap Devan.

Mendengar itu Devan mendongakkan kepalanya menatap Nada. Dan tanpa sengaja ia juga melihat sebuah cincin berlian yang tersemat di jari manis Nada. Lidahnya semakin kelu. Hatinya juga terasa sesak melihat cincin yang mirip seperti cincin pernikahan itu.

"Apa Nada benar-benar sudah menikah?" tanya Devan dalam hati.

"Kak Devan?" panggil Nada lagi.

"A ... em ... ja-jadi benar kamu sudah menikah?" tanya Devan lirih dengan pandangan matanya sendu menatap ke arah cincin pernikahan di jari manis Nada. Nada mengangguk mengiyakan. Hal itu menambahkan rasa sesak di dadanya.

"Sejak kapan?" tanyanya lagi

"Belum lama. Beberapa hari setelah nenekku meninggal. Itu pun juga termasuk wasiat dari nenek saya." jelas Nada pelan.

Mendengar apa yang dikatakan Nada tadi, Devan yang tadinya memandang sendu ke arah cincin di jemari manis Nada, kini reflek mendongakkan kepalanya dan menatap langsung ke arah wajah Nada yang masih menundukkan pandangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jomblo Fii SabilillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang