"Mencintai? Tahu apa aku tentang mencintai, aku saja tidak pernah tahu kapan terakhir kali aku dicintai?"
°°°
Dentingan air di wastafel terdengar begitu nyaring di kamar mandi perempuan, tak lagi ada bunyi kecuali napas pelan yang dikeluarkan Zura di pojok ruangan.
Meringis, pipinya terasa panas. Punggung, tangan dan kakinya ngilu tak tertahankan. Tapi dia nampak tenang, bersandar ke dinding lembab itu dengan sorot mata meredup.
Lagi-lagi tarikan napas berat terdengar dengan jelas di sana, setelahnya menyisakan Zura dengan sejuta pemikirannya.
Takdirku benar-benar tak bagus
Terus saja seperti ini
Tidak tahu diri.Aku mencari penjahat
Tapi ternyata aku sendiri pelakunya
Aku sendiri yang cari mati.Heh! Lucu sekali
Mencintai dengan tidak membuka mata, mencintai dengan tak sengaja, mencintai yang tidak mencintai.Bodoh! Kamu benar-benar bodoh, Zura. Kehilangan akal sehat saat bertemu dengan yang namanya cinta, padahal kamu sendiri yang menderita. Bukan karena tidak pernah dibalas, tapi karena obsesi ingin memiliki sendiri.
Heum, rasanya memang sangat menyebalkan. Tapi, ini memang salahmu 'kan?
Hahaha, orang bodoh!
Tapi ... tentang dia? Bagaimana aku bisa melepasnya?Zura terkekeh pelan menertawakan dirinya sendiri, sambil menitikkan air matanya yang luluh lantak. Seperti jatuh-tertimpa tangga pula, sakit dan sangat mengesankan.
Derai air mata tak bisa dia bendung, seluruh tubuhnya sakit, hatinya hancur, terlebih lagi dia menyadari apa yang salah dari semua ini. Ialah dirinya sendiri.
Dirinya patut ditertawakan takdir, berkali-kali tak tahu diri dan tak bisa berpikir. Dia mengorbankan waktunya, dirinya, untuk sesuatu yang seharusnya tidak seserius itu.
Karena sekarang semua nampak sederhana, semua nampak keterlaluan dan percuma. Namun, dia menyadari perasaannya kepada Rian. Dia mencintai laki-laki itu.
Laki-laki yang selalu dingin tapi perhatian, laki-laki yang dia kejar sampai hampir mati, yang dia kejar secara ugal-ugalan. Persetan dengan kegilaan yang tidak masuk akal, seakan kalimat 'aku siap mati untukmu' saja kalah oleh tindakan. Seakan cinta memang ada untuk dijadikan pemicu akan sebuah tindakan tanpa berpikir panjang.
Perasaannya membuat Zura tertawa nyaring namun terdengar miris. Seakan ambisi untuk memiliki pertama kali jatuh pada waktu yang salah dan dianggap sebuah tindakan yang hanya berdasarkan penasaran, rasa nyaman dan keterlaluan secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZURA (Tahap Revisi)
Teen Fiction🥀🥀🥀 "Zura?" "Hm?" Senyum manis terbersit di wajah gadis berambut panjang itu seraya menatap orang yang memanggilnya. "Siapa yang jahat?" "Gue penjahatnya." 🥀🥀🥀 Kalau membahas tentang ambisi dan cinta, banyak orang yang beranggapan itu wajar-wa...