7. Tandai

89 46 82
                                    

"Kecewa itu bisa jadi penyebab senyuman yang paling manis, tapi seburuk-buruknya senyuman memang dari kecewa itu sendiri."
- Zura -

"Halo, A-"

"Zura! Kenapa kamu mengadakan pesta yang enggak perlu?! Kamu itu baru pindah sekolah, Zura!"

Zura tersenyum simpul, ayahnya pasti sudah melihat cctv.

"Kirain Ayah nelpon mau pulang ke sini, padahal Zura ada niatan besok mau beres-beres kamar tamu," ujar Zura dengan tersenyum kecut.

"Kamu itu ya! Ayah ngomong apa, kamu balesnya apa!"

"Ayah kapan pulang? Biar Zura minta tolong mbok Mina bikin kue ya ... Ayah 'kan, suka kue lemon buatan mbok Mina."

Pertanyaan yang keluar dari mulut Zura itu tanpa nada bersalah sedikitpun, meski dia tahu sekarang ayahnya sedang marah besar.

"Zura! Ayah cuman mau kamu jawab, kenapa kamu ngadain pesta! Apalagi sampai selarut ini!"

Zura dia kali ini dia menahan tangisnya, menahan rasa kesalnya. Bahkan ketika nada Zura begitu lembut, sang ayah tetap dengan nada tingginya.

"Zura! Jawab Ayah!"

"Kita ngobrol nanti ya, Yah. Ayah tenang dulu, baru kita ngobrolnya besok aja," ujar Zura masih dengan nada lembut.

"Ayah cuman mau jawaban kamu, Zura. Kamu terlalu banyak tingkah untuk seumuran kamu, apalagi kamu baru pindah sekolah. Acara-acara seperti itu gak perlu! Engga berguna, Zura!"

"Cukup, Ayah! Setiap kali kita mengobrol, Ayah selalu marah-marah. Ayah gak pernah tanya kabar Zura, keadaan Zura atau apalah itu. Ayah egois! Seharusnya, meskipun ayah tau dari cctv, Ayah telpon Zura sesekali, bisa 'kan?"

Kesal Zura meluap dengan nada yang masih dijaga, dia tidak ingin menangis malam ini. Zura kemudian menutup telpon tanpa persetujuan dari orang di seberang.

Dia terduduk di kursi ruang kerja itu, memijat pelipisnya pelan. Kenapa ruangan ini jadi nampak menyeramkan sekarang, padahal dulu dia sangat suka berada di sini.

"Ayaaah!"

"Hai, Zura! Good morning, Honey!"

Pria tampan itu menggendong putrinya ke dalam pangkuan, dia duduk di ruang kerja. Menjadi seorang single father memang tidak gampang tapi Candra, dia berusaha untuk menjadi ayah yang terbaik bagi putrinya sepeninggal mendiang sang isteri.

Isterinya meninggal setelah melahirkan anak pertama mereka, karena wanita yang dia nikahi 10 tahun lalu itu memiliki riwayat penyakit yang cukup parah.

Anak adalah dambaan semua orang, begitupun dengan Candra dan isterinya. Selama 3 tahun menikah, akhirnya mereka berhasil dikaruniai anak dalam kandungan Naina dan sekarang anak itu sudah berumur 6 tahun, baru masuk sekolah SD tahun ini.


Zura Za Laila Putri Candra, seorang anak perempuan yang cantik dan manis. Semenjak dia tahu tentang dunia menggambar di usia belia, dia jadi suka dengan kegiatan itu. Candra sangat mendukung kreasi-kreasi yang putrinya hasilkan.

ZURA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang