13 - Radio 20.30 -

12 7 2
                                    

Hari ini aku terbangun dengan fresh, badanku sepertinya sudah siap lagi untuk bekerja. Aku menjalani hari ini seperti biasanya, sarapan soto, makan siang nasi warteg dan akhirnya jam setengah 9 aku datang ke stasiun radio tempatku bekerja. Mas Azka masih melarangku untuk siaran hari ini dan akhirnya aku hanya duduk - duduk saja sambil makan camilan yang disediakan stasiun radio.

***

"Nuel... lama nggak ketemu"
"Eh iya mas... Mas Rico udah sehatan?"
"Udah kok, tadi pagi kerasa fresh banget pas bangun" jawabku.
"Ohh syukurlah kalau gitu, nanti Mas Rico udah mulai siaran?" Tanya Nuel.
"Belum boleh sama Mas Azka hahaha... kamu semangat ya hari ini harus siaran sendirian lagi" jawabku.
"Iya mas nggak apa - apa, semoga besok udah boleh siaran ya mas"
"Iya semoga ya..."

Nuel pamit dan pergi masuk ke studio siaran, aku bisa melihat Mas Azka dan Mas Aron memberinya semangat. Aku bisa tahu bahwa mereka bertiga sudah menjadi lebih akrab, bagus deh kalau mereka sudah lebih akrab dari yang sebelumnya. Aku pun ikut dalam obrolan mereka dan kami bertiga memberi semangat kepada Nuel untuk memulai siaran malam ini.

Siaran hari ini pun berjalan lancar walaupun dibeberapa saat Nuel terlihat kaku dan berbelit sedikit saat berbicara. Aku memutuskan untuk pergi ke tempat lain, kaki ku melangkah ke bagian security dan aku mengobrol cukup lama dengan satpam yang menjaga saat itu. Sepertinya kabar tentang aku yang tiba - tiba pingsan saat siaran dan tidak masuk beberapa hari ini sudah tersebar ke semua staff stasiun radio, buktinya bapak satpam yang kemarin tidak kebagian shift malam pun tahu tentang kejadian itu. Dalam ruangan security itu terdapat 1 monitor cctv, aku bisa melihat berbagai ruangan mulai dari studio radio yang biasa aku gunakan hingga bagian luar stasiun radio yaitu tempat parkiran.

Obrolanku dengan bapak satpam ini berjalan cukup lama dari yang kubayangkan, aku dan bapak satpam yang bernama Pak Surya ini sangat nyambung jadi aku senang bisa ngobrol dengannya.

"Mas saya lihat anak baru itu akhir - akhir ini seneng banget loh tiap dateng ke sini"
"Ya pasti lah pak, kan dia akhirnya bisa jadi penyiar radio terus bisa mulai siaran juga" kataku.
"Ohiya sih, tapi dia nggak kayak mas dulu yang pas awal - awal masuk masih canggung terus kadang ragu - ragu buat parkirin motor hahaha" kata Pak Surya.
"Wah iya ya pak hahaha, kayaknya anak zaman sekarang tu lebih PD - PD deh pak" kataku.
"Iya juga ya mas, siapa ya namanya? Niel?" Tanya Pak Surya.
"Nuel pak hahaha" jawabku.
"Ohiya Nuel, Nuel"

Pak Surya ini memiliki dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, bahkan saat ngobrol pun dia masih tetap sambil fokus melihat cctv yang ada di monitor. Aku pun ikut memperhatikan monitor itu sampai aku melihat di studio nomor 3.

"Pak studio nomor 3 bukannya harusnya kosong ya pak?"
"Loh emang kosong kan mas, itu nggak ada siapa - siapa di kamera" jawab Pak Surya.
"Hah? Pak itu jelas - jelas ada 3 eh ada 4 orang di sana, coba lihat deh pak... itu jelas banget orang kok" jawabku.
"Jangan bohong deh mas, jelas - jelas nggak ada siapa - siapa kok" bantah Pak Surya.
"Hah..." saat aku melihat ulang ke arah monitor tiba - tiba ruangan itu benar - benar menjadi kosong.

"Eh pak... tapi tadi seriusan ada orang pak" kataku.
"Nggak ada mas, masnya cek aja deh pasti kosong di studio 3" bantah Pak Surya.
"Hahh nggak mau pak, saya akhir - akhir ini kena gangguan pak... nggak mau nambah ini lagi, jadi yaudah saya percaya aja sama Pak Surya" kataku.
"Gangguan hantu gitu mas?" Tanya Pak Surya.
"Iya pak, kayak tiba - tiba minta bantuan gitu - gitu" jawabku.
"Walah mas, hati - hati loh... kadang hantu tu manipulasi" kata Pak Surya.
"Iya pak, dia juga bilangnya kalau dia dulu manusia, saya suruh balesin dendam katanya" kataku.
"Hah berat juga ya mas kalau gitu" kata Pak Surya.

Aku pamit ke Pak Surya dan kembali ke ruangan studio yang digunakan Nuel. Selama perjalanan menuju ke studio yang digunakan aku melewati studio radio nomor 3 dan benar saja ternyata di sana kosong, tidak ada siapapun. Sampai akhirnya aku mengalihkan pandanganku ke arah lorong, sudut mataku mendapati bayangan putih dalam studio nomor 3 itu. Aku membeku setelah melihat bayangan itu. Bayangan itu sama seperti hantu perempuan yang selama ini mengikutiku, benar dia hari ini belum mendatangiku. Apakah sekarang dia akan mendatangiku?

"Mas Rico! Kok diem aja di sana?"
"Eh halo Mbak, nggak apa - apa tadi cuman mikir bentar hahaha" jawabku.
"Walah mikirin apa mas?" Tanya Mbak Rika.
"Lagi mempertimbangkan nanti makan lagi atau langsung tidur hahaha" jawabku sambil tertawa dan menggaruk leherku yang tidak gatal.
"Oalah... kalau udah makan mending langsung tidur aja mas, tapi kalau emang laper ya nanti makan aja mas hahaha paling masak mie gitu kan" kata Mbak Rika.
"Hahaha iya mbak, mau ke studio juga ta mbak?" Tanyaku.
"Iya mas, ayo jalan bareng biar nggak banyak pikiran" jawab Mbak Rika.

Aku dan Mbak Rika kembali menyusuri lorong hingga kami sampai ke studio yang digunakan Nuel untuk siaran. Aku langsung berkumpul dengan Mas Azka dan Mas Aron untuk menanyakan keadaan Nuel selama siaran dan merek juga menanyakan tentang aku yang pergi tiba - tiba ini.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 23.10 dan aku pamit duluan untuk pulang. Mas Azka dan Mas Aron memberitahuku bahwa aku besok sudah bisa siaran lagi bersama Nuel. Nuel yang mendengar berita itu langsung terlihat senang mungkin karena akhirnya kita bisa siaran bersama, dia juga bilang kalau akhirnya tidak perlu terasa canggung karena harus ngobrol sendirian.

Aku sampai di rumah sekitar pukul 23.35 dan aku pergi untuk bersih - bersih badan dan merebahkan diri di atas kasurku. Perasaanku benar - benar senang hari ini. Sekitar 10 menit setelah merebahkan diri di kasur aku langsung terlelap. Kapan terakhir kali aku bisa terlelap dengan tenang seperti ini ya? Aku sudah lupa.

Mimpi itu muncul lagi, mimpi yang sudah kuputuskan untuk kulupakan tiba - tiba muncul lagi. Mimpi di mana aku melihat perempuan itu dibunuh oleh laki - laki, aku tidak mau menjelaskannya secara detail tapi pisau itu, pisau yang digunakan laki - laki itu untuk membunuh perempuan itu sama persis seperti pisau yang ada di dapur ku. Aku harus mencari tahu siapa laki - laki itu, sudah dua kali aku mengalami mimpi yang sama dan bahkan sudah kedua kalinya aku merasa familier dengan pembunuh ini. Sepertinya pembunuh itu memang ada di orang - orang terdekatku. Sayangnya di mimpi itu aku tidak bisa lihat ke arah wajahnya mau seberapa kalipun aku berusaha aku tetap tidak bisa melihat wajahnya, aku hanya bisa melihat kaki dan tangan laki - laki yang membawa pisau dan tubuh seorang perempuan yang sudah terkapar tidak berdaya di lantai kamarnya.

"Kak Rico, itu aku..."

THE CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang