02. Mulai berani

8K 440 2
                                    

Ada apa dengannya? Bukannya tadi dia menangis, lantas kenapa sekarang dia tertawa bahagia? Aneh sekali.

William berjalan mengikuti Aurel, pria berusia 27 tahun itu tetap memberikan tatapan bingung pada istrinya.

"Sebaiknya aku harus bertanya," gumam William.

Pria itu kemudian, mempercepat langkah. Mendahului Aurel dan menghadang langkah perempuan itu.

Aurel yang terpaksa berhenti, mengubah raut wajahnya datar. Perempuan yang memasuki tubuh Elia ini benar memiliki dendam pribadi pada William. Meski, dia tahu bukan dirinya yang tersakiti.

"Jangan menghalangi jalanku," ketus Aurel.

Bersamaan dengan kebingungan yang terjadi, timbul beberapa pertanyaan dipikiran William. Dia menatap istrinya dari atas sampai bawah. Tidak ada yang berubah darinya, pikir William.

"Kamu kenapa? Tidak biasanya bahagia seperti ini," ucap William masih terus memperhatikan istrinya.

"Memang biasanya aku bagaimana? Bukannya begini terus," cibir Aurel. Dia sedikit kesal mengetahui alasan William mengikutinya.

"Ah, tidak. Biasanya kamu selalu menangis setiap aku membawa pacarku ke sini. Seperti tadi pagi. Tapi, sekarang terlihat bahagia. Ada apa denganmu?"

Aurel memutar mata malas. Pria di depannya ini ternyata suka sekali kalau dia menangis hanya karena diselingkuhin. Aurel tidak akan membiarkan itu kembali terjadi. Dia tidak akan peduli lagi tentang perselingkuhan William.

Perempuan itu melanjutkan langkahnya meninggalkan William.

William melihatnya tidak tinggal diam. Dia malah menarik Aurel dan memojokkannya pada dinding.

"Elia, ada apa denganmu? Apa dirimu sudah sadar, bahwa kamu istri yang tidak dianggap?" tanya William sambil mengukung istrinya.

Aurel mendorong wajah William dengan jari telunjuknya. Sebab hidung pria itu hampir mengenai hidungnya.

"Menjauh, wajahmu jelek," ucap Aurel.

"Apa katamu?" William semakin merapatkan tubuhnya pada Aurel. Tidak peduli kalau banyak pelayan berlalu lalang di belakangnya. Ini rumahnya, siapa yang berani mengaturnya.

"Ya, kamu jelek dan hina. Jadi, menjauh dariku!" Aurel kembali mendorong William, tapi bukan wajah melainkan dada pria itu. Untungnya berhasil dan itu sedikit membuatnya lega.

"Kamu mengatai suamimu seperti itu? Apa sopan santunmu sudah hilang?" William mengepalkan tangan, dia merasa terhina dengan ucapan Aurel.

"Ya, mendekam di gudang membuatku sadar bahwa suami sepertimu tidak pantas untuk dihargai."

Selepas kalimat itu terucap dari bibir Aurel. Perempuan itu melangkah kembali meninggalkan William yang terdiam. Dia merasa puas mengucapkan hal tersebut.

***

Aurelia menatap sekitaran lorong yang dia tuju. Dia sedikit menyesal karena meninggalkan pelayan wanita yang tadi menghawatirkannya. Sekarang dia tidak tahu harus mencari ke mana.

"Bagaimana aku bisa mengetahui kamar Elia kalau aku tidak bisa menemukan pelayan itu?" gumam Aurel.

Aurel terus berjalan, hingga senyumnya terbit ketika melihat pelayan wanita yang dia cari sedang membersihkan taman.

Dengan perasaan senang, Aurel berlari menuju pelayan itu dan menepuk bahu si pelayan.

"Konichiwa, Bibi," sapanya akrab.

Si pelayan berbalik, dia sedikit kaget dan menunduk. "Ah, Nyonya. Maaf saya tadi tidak tahu," ucapnya merasa bersalah.

"Hey, Bi. Kenapa kamu meminta maaf? Aku kan sedang menyapamu." Aurel tidak habis pikir dengan pelayan yang ia taksir berusia 45 tahun ini. Bisa-bisanya menunduk hormat dan meminta maaf padahal tidak bersalah.

Suamiku antagonis tampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang