09. Rencana kuliah

3.3K 172 0
                                    

'Bahagia suka memberikan luka, jadi jangan terlalu menikmati kebahagiaan itu.'
William Azkano
***

William berdiri di samping Aurel. Mata birunya tidak lepas menatap perempuan itu. Sesekali dia ikut memetik bunga tulip berwarna putih.

Hamparan tulip kini menjadi objek yang digemari para pengunjung. Mereka berfoto, mengabadikan momen dengan bunga-bunga itu.

Senyum Aurel terbit, dia menarik Abella pada tempat lain.

"Bel, aku ingin mengabadikan momen ini. Apa kamu punya handphone?" tanya Aurel sambil menatap hamparan bunga tulip itu. Di tengah-tengah bunga itu ada sebuah bangku dan ia ingin mengabadikan momen disitu.

"Punya, aku---"

"Aku saja yang melakukannya," potong William cepat. Pria itu mengeluarkan handphone bermereknya.

"Aku tidak mau," tolak Aurel.

"Aku tidak butuh persetujuanmu. Cepat duduk, aku akan memotretmu."

Aurel mendengus, "aku tidak mau. Aku tidak sudi dipotret ol---"

"Aku tidak suka dengan sifat pembangkangmu ini, tapi entah kenapa aku semakin tertarik padamu."

Aurel mendelik mendengar penuturan William. Tidak biasanya pria ini berkata begitu, tapi Aurel tidak peduli. Mood-nya juga sudah berubah buruk, mendadak dia tidak ingin dipotret.

"Ayo, Bella. Kita membeli buket tulip yang di sana." Aurel kembali menarik Abella, mereka pergi ke tempat penjualan buket tulip yang sudah dirangkai indah.

Mata Aurel berbinar, dia berjongkok dan mengambil salah satu buket yang menurutnya beda dari yang lain.

"Nona, ini buket spesial. Hanya ada dua. Sedang satunya sudah dibeli seseorang," ucap penjual itu.

Aurel mengangguk sambil tersenyum. Sebelum melakukan pembayaran, ia memperhatikan buket itu.

"Permisi, bolehkah saya membeli di sini?"

Mereka menoleh, Aurel sedikit terkejut melihat orang itu.
"Kakek," ucapnya menggunakan bahasa Indonesia.

Orang yang dipanggil bapak itu tersenyum. Meski terbilang renta, daya ingatnya cukup kuat.

"Ah, anda ternyata," sahutnya.

Aurel berdiri. "Kakek, dengan siapa ke sini?" tanyanya.

"Sendiri, meski modal tongkat. Tapi, saya masih kuat."

Aurel terkekeh pelan. Ia kemudian, teringat tujuan orang yang memberikan kalung antik itu.

"Kakek, ingin membeli buket tulip juga?" tanyanya. Aurel tipe orang yang kepo, apalagi kalau sudah kenal.

"Iya, untuk cucu saya."

Aurel menatap wajah pria tua itu, sedikit bingung saat tatapan tersebut berubah lekat. Tapi, ia berpikir positif.

"Tuan, apa yang kalian bicarakan? Saya tidak mengerti." Si penjual buket itu bertanya sambil menatap mereka satu persatu.

Tatapan pria tua itu beralih pada si penjual. Ia terkekeh, memperlihatkan gigi-giginya yang sudah ompong.

"Anda boleh belajar bahasa Indonesia pada saya. Agar mengerti apa yang kami ucapkan," ujar pria tua itu.

Si penjual tertawa pelan. "Baiklah, nanti saya akan datang ke rumahmu. Anda ingin buket yang mana?" tanyanya.

"Mmm, saya ingin buket tulip putih. Cucu saya pasti suka."

Si penjual mengangguk dan memberikan buket sedikit besar. Mereka berbincang sebentar, kemudian si pria tua itu membayarnya.

Suamiku antagonis tampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang