03. Kamar baru

6.9K 330 0
                                    

Seorang perempuan mengedarkan pandangannya pada setiap sudut kamar yang baru ia dapatkan dan kamar ini jauh berbeda dengan kamar sebelumnya.  Aurel bahkan berdecak kagum, iya dia Aurel yang sudah mendapatkan apa yang tadi dia inginkan.

"Ternyata ucapanmu benar," ucap gadis di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan sahabat sekaligus pelayan pribadinya.

Aurel menoleh pada Abella. Ia tersenyum, kemudian melangkah menuju meja rias. Dia duduk di kursi meja itu sambil menopang dagu.

"Ini juga berkat kamu," ujar Aurel, mengingat Abella yang sudah menceritakan tentang kelemahan William.

Sejam lalu, sebelum Aurel mendapatkan kamar ini. Perempuan itu tidak terima akan kamarnya yang tidak layak. Dia memikirkan cara agar mendapat kemewahan seperti layaknya istri orang kaya. 

"Abella, aku harus mendapatkan kamar baru sekarang juga," ucap Aurel sambil duduk di atas ranjang kecilnya. 

"Aku setuju, tapi bagaimana caranya? Untuk sekarang mungkin akan terasa sulit. Apalagi dia sedang sibuk bersama selingkuhannya itu," tutur Abella. Dia ikut duduk di samping Aurel. 

"Ah, iya juga. Tapi, kalau kita tahu kelemahan William bukankah itu bisa mempermudah keinginan kita. Kamu pasti tahu kan apa kelemahannya?" Mata Aurel menatap lekat wajah Abella. Berharap kalau gadis itu tahu tentang kelemahan William. 

"Kamu beneran tidak tahu tentang kelemahan William?" tanya Abella. Seingat dia, dia pernah mengatakan tentang bagaimana cara melawan William pada Aurel. Tapi, sekarang perempuan itu seolah tidak tahu. 

Aurel menggaruk tengkuknya. "Hehe, lupa. Dulu 
sibuk nangisin William soalnya," jawabnya berharap kalau Abella percaya. 

"Mmm, benar juga. Yasudah, aku bilang lagi. Tapi, janji kali ini kamu harus memanfaatkan kelemahannya."

"Iya bawel, cepat katakan!" 

Abella mengangguk, "William itu tidak suka ketika diancam dengan perusahaan. Semenjak kalian menikah, dia selalu berkata kalau kamu diperlakukan dengan baik pada orang tuamu. Mereka kala itu selalu percaya. Apalagi, mereka selalu sibuk di Australia. Jadi, semenjak kalian menikah mereka tidak pernah mengunjungimu. Mereka percaya bangat pada William. Sampai perusahaan atas namamu dia yang kelola. Dan sebenarnya kamu juga salah, sudah rela menyerahkan perusahaan itu."

"Terus?" tanya Aurel karena Abella menghentikan ceritanya.

"Terus, perusahaan kecilnya diserahkan pada sekretarisnya. Dia mengelola perusahaanmu, tanpa membagi hasil denganmu. Bahkan, untuk belanja bulanan pun dia tidak pernah memberikannya padamu."

"Sekejam itu?" Aurel menatap tidak percaya Abella. Ternyata William pria paling buruk. 

"Iya, dia juga tidak mengizinkanmu keluar. Kamu pasti tahu kan alasannya."

Aurel mengangguk saja, walau dia tidak tahu. "Jadi, kelemahannya?" Ini memang pertanyaan, tapi pikiran Aurel sudah menjawab hal tersebut. Dia tersenyum, karena dari cerita Abella ia bisa mengambil kesimpulan. 

"Kelemahannya---"

"Aku sudah tahu," potong Aurel cepat. "William tidak suka hal merujuk pada perusahaan. Jika, aku mengancam dia tentang perusahaan atau mengadu pada orang tuaku dia akan menuruti keinginanku. Selama ini, orang tuaku tidak tahu, 'kan?"

Abella mengangguk, "aku kira kamu tidak akan paham seperti sebelum-sebelumnya. Aku juga punya banyak rekaman tentang perlakukan William padamu. Bagaimana, jika itu kita gunakan sebagai bukti?" Abella membuka handphone-nya dan memberikannya pada Aurel. 

Aurel berdecak malas karena diledek. Tapi, dia tetap menerima handphone itu dan melihat beberapa vidio rekaman yang Abella katakan. 

"Kenapa kamu tidak melaporkan ini sebelumnya pada orang tuaku?" tanya Aurel masih memperhatikan vidio tersebut. 

Suamiku antagonis tampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang