15. Kepergian jiwa asli

2.9K 153 7
                                    

"Liam, bagaimana kalau cucu saya---"

"Dia bukan cucu anda!"

Bentakan menggema di ruangan itu membuat semua orang diam. Suasana berubah hening, sebelum beberapa saat William kembali bersuara.

"Ambil kalung dan buku tidak berguna ini dan jangan pernah berpikir semuanya akan terjadi seperti yang anda pikirkan." William melempar kalung dan buku berjudul 'kosong-kosong tiga' itu kehadapan pria tua tersebut. Tidak peduli akan sopan santun, karena bagaimanapun dia antagonis yang tidak punya hati pada musuh sendiri.

"In---"

"Handerson, jangan berpikir saya akan menuruti keinginan anda untuk menyetujui pengembalian jiwa itu. Karana sampai kapanpun Aurel tidak akan pernah kembali pada dunia asalnya," potong William penuh penekanan. Netra birunya menatap tajam pria yang dia panggil Handerson itu.

"Liam, saya sudah menjelas---"

"Kedatangan anda waktu itu ke rumah saya hanya dianggap angin lalu ...," potong William kembali. Ia tersenyum miring, "anda kira setelah memberikan buku itu pada saya, saya akan membacanya? Sehalaman pun saya tidak sudi membukanya. Bahkan, adik saya pun tidak berminat dan Mengembalikannya pada saya lagi."

Wajah tua Handerson menatap tidak percaya William. Pria di depannya ini ternyata sudah membodohinya dan kedatangannya waktu itu pada William tidak berarti sedikit pun.

Namun, meski begitu ia tetap mencari cara agar bisa mengembalikan Aurel pada dunia asal perempuan itu.

Handerson adalah kakek kandung dari Elia. Pria tua ini memang sudah merencanakan ini semua.

"Aurel akan tiada, jika dia terus di sini. Hidupnya terancam."

William berdecak malas, "saya bisa melindunginya," ketusnya.

"Tidak bisa, dia harus kembali karena ini bukan dunia asalnya. Kamu tidak bisa menahannya hanya karena alasan cinta."

Seorang perempuan yang berdiri tidak jauh dari mereka hanya diam. Ia menunduk dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya, tidak ada yang akan melihat keberadaanya kecuali sang kakek yang selama ini selalu ada untuknya.

Dia Elia, perempuan yang jiwanya masih berada di novel ini. Selama ini, dialah yang meneror Aurel dengan tawa dan bisikannya.

"Saya tidak peduli atas ucapan anda. Saya harap cucu anda itu berhenti meneror istri saya."

Kalimat sepontan itu, membuat hati Elia terasa nyeri. Mata yang tadi berkaca-kaca, kini sudah mengeluarkan bebanya.

Tidak ada yang kuat melihat suami sendiri mencintai perempuan lain, begitu juga Elia.

"Kamu salah, Liam. Istri kamu adalah cucu saya, bukan jiwa penasaran itu. Saya membiarkannya waktu itu hanya untuk mengubah cara pandangmu dan menghargai keberadaan cucu saya. Tapi, kamu malah jatuh cinta padanya. Bahkan, dengan tega menyuruhnya mengubah warna rambut."

"Memang kenapa?" Alis William terangkat sambil tersenyum miring. "Itu berarti jiwa penasaran tersebut pemenangnya dan untuk cucu anda ...." William mengedarkan pandangannya pada ruangan itu, meski tidak bisa melihat Elia, ia tahu perempuan itu ada di sekitaran mereka. " Sampai kapanpun saya tidak akan jatuh cinta padanya, meski dia menangis darah sekalipun."

Tangisan Elia semakin pecah, ia meremas jari-jarinya sendiri. Sang kakek yang menyadari itu, menghampirinya. Mengelus rambut pirangnya agar bisa bersabar.

William yang tahu di mana keberadaan Elia karena Handerson, mendekat. Tatapannya lurus ke depan seolah di depannya ada seseorang yang dia ajak bicara.

"Elia, leburkanlah jiwamu itu karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mencintaimu. Kamu pasti tahu kan alasannya ...," katanya. Ia memainkan lidahnya di dalam mulut, kemudian berkata kembali, "Aurel bagiku segalanya dan sampai kapanpun aku tidak akan mengembalikannya ke dunia asalnya. Lagipun, meski kukembalikan kamu tidak bisa kembali pada tubuhmu bukan kataku, tapi kata kakekmu." 

Suamiku antagonis tampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang