Axelen suka Lean yang lemah, Axelen suka Lean yang tidak berdaya, Axelen suka Lean yang ketergantungan padanya. Semua yang ada pada Lean Axelen menyukainya, termasuk membuat pria cantiknya itu menderita selama hidupnya. Karena ketidakberdayaan Lean...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tepat pukul sepuluh, Lean terbangun dari tidurnya. Lean menghela napas saat matanya terbuka ia sudah berada di ruang perawatannya. Ia pun membuka oxygen mask yang menutupi hidung serta mulutnya. Sesekali, ia ingin bebas dari alat-alat medis tersebut.
"Sssh ...." Lean meringis saat merasakan sesuatu yang tidak asing. Lean pun menyibak selimutnya, dan benar saja di sana sebuah selang sudah terpasang di penisnya.
"Hi, baby ...."
Lean mengalihkan pandangannya, ternyata kekasihnya sudah pulang. Lean merentangkan tangan meminta untuk di peluk. Dengan senang hati Axelen pun membawa tubuh yang lebih kecil itu masuk kedalam dekapan hangatnya.
"Mengapa kau menyuruh Anne untuk memasangkan kateter? Aku tidak suka," komplen Lean.
Axelen terkekeh, tangannya terulur untuk membuai rambut lebat kekasihnya. "Tidak pa-pa, ini demi kebaikanmu, sayang. Kata Anne, selangkakanmu mengalami lecet karena terlalu sering menggunakan popok. Jadi, hari ini pakai kateter dulu, ya?"
Lean mengerucutkan bibirnya.
"Sudahlah, sekarang kau kembali tidur. Akan ku bantu memakaikanmu oxygen," ujar Axelen.
"Scoutt, sepertinya ada yang aneh dengan perut ku," adu Lean seraya mengusap perut kurusnya.
"Oh ya? Memangnya kenapa?" tanya Axelen dengan bodoh.
Lean memutar matanya malas. "Kau jangan pura-pura bodoh, kau kan yang menyuruh Anne?"
"Menyuruh apa, sayang?" Axelen kembali terkekeh.
"Menyuruh untuk membuat perutku sakit. Sumpah, tadi sore perutku benar-benar sakit, aku sampai pingsan."
"Sudah tidak apa-apa." Axelen menenangkan, ia pun membatu Lean untuk tidur.
"Aku tidak mau tidur di sini, Scoutt. Aku mau di kamar kita," rajuk pria manis itu.
Pria yang lebih dominant itu hanya bisa menghela napas, ia pun membawa kekasihnya ke kamar mereka berdua yang berada di lantai tiga. Sedangkan kamar rawat Lean berada di lantai paling atas, yaitu lantai lima.
Axelen memerintahkan bawahannya untuk mendorong ranjang Lean ke lantai bawah, sedangkan dirinya mengikuti seraya mengenggam erat lengan kurus sang kasih.
***
"Scoutt ...." Lean terbangun entah pukul berapa, ia kembali merasakan sakit di perutnya. Tangannya memegang lengan Axelen agar pria itu bangun.
"Scoutt ..," suara Lean semakin tertahan. "Oh, tidak." Matanya melebar saat merasakan sesuatu keluar dari lubang bawahnya.
Sedangkan Axelen, yang sedari tadi hanya berpura-pura tidur menyunggingkan bibirnya.
Bau aneh pun mulai menyerbak ke seluruh kamar.
"Axelen!" Lean menangis.
Axelen bangun, ia tidak suka jika Lean memanggil nama depan nya.
"Kenapa? Kenapa kau menangis?"
"Maaf, maaf ...." Lean semakin terisak hingga membuat napasnya menjadi berat.
"Tenangkan dirimu, sayang."
Axelen pura-pura panik, dengan segera Axelen mengganti nassal canula milik Lean dengan CPAP. "Bernapaslah dengan benar."
Lean mulai menghirup udara dari sungkup itu, kini pernapasannya sudah sedikit normal.
"Biar ku bantu membersihkan kotoranmu," ujar Axelen.
Pria itu pun mulai membawa perlengkapan untuk membersihkan kekacauan yang sudah kekasihnya buat. Ia mulai membuka selimut yang menutupi tubuh Lean. Saat di buka, kotoran pria manis itu sudah meleber sampai tungkai karena kotorannya yang encer.
"Maafkan aku, aku tidak bisa menahannya," lirih Lean di sisa tenaganya.
"Sudahlah, lebih baik kau diam dan tidurlah," tukas Axelen yang masih sibuk membersihkan bagian bawah Lean.
Sesekali Lean meringis, saat Axelen tidak sengaja menyenggol selang yang bertengger di Penis nya. Axelen yang melihat itu hanya tersenyum culas, ia suka saat kekasihnya itu kesakitan.
***
Paginya Lean hanya bisa terbaring lemah di karenakan diare hebatnya semalam. Pria itu terlihat terlihat lelah karena semalam buang air besar hingga mengalami dehidrasi. Dua kantung infus pun sudah menggantung untuk Mengembalikan cairannya yang hilang.
"Weke up, sayang," bisik Axelen tepat di telinga Lean.
Mata sayu itu pun mulai mengerjap dengan perlahan, ia sungguh lemas.
"Akh ...." Lean meleguh saat perutnya kembali sakit.
"Keluarkan lagi jangan di tahan, aku sudah memakaikanmu popok dan underpad."
Lean kembali mengeluarkan kotorannya yang sudah berbentuk cairan, karena perutnya yang sudah kosong.
"Tuan ...." Anne masuk membawa makanan untuk Lean sekaligus selang NGT untuknya. Hari ini Lean akan makan melalui hidungnya dengan selang tersebut. Lean meringis kembali saat selang itu masuk melalui hidungnya. Sungguh ia tersiksa, tetapi ia juga menikmati kesakitan yang ia rasakan sekarang. Aneh.
Axelen menyingkir dan membiarkan Anne melakukan pekerjaannya. Setelah selesai, kini giliran Axelen untuk membantu memasukan susu protein melalui selang itu menuju lambung Lean.
"Axelen," panggil seseorang.
Axelen menoleh, ternyata ada sang paman. Dominic namanya, sekaligus dokter pribadi Lean.
"Oh, Paman."
Dominic tersenyum, ia menghampiri keponakannya itu. "Bagaimana dengan keadaannya?"
"Seperti yang kau lihat."
"Mengenaskan," bisiknya.
Axelen terkekeh. "Ada apa kau kemari? Bukankah kau mau pulang?"
"Hanya ingin melihat keadaannya, sekaligus ada yang mau aku bicarakan padamu."
Axelen mengangkat alisnya, ia pun membawa Pamannya keluar.
"Apa?"
"Kau berhasil membuat lambungnya cedera, selamat!"
Axelen melemparkan pandangannya, ia tersenyum culas.
"Basok, jika keadaannya sudah membaik bawa dia kerumah sakit. Karena besok jadwal dia check-up rutinnya."
Pria bermarga Scoutt itu mengangguk. Setelah itu, Dominic pun pergi untuk kembali ke rumah sakit.
Axelen kembali masuk ke dalam kamar. "Apakah dia tertidur, Anne?"
Anne yang sedang menganti popok Lean menoleh pada Tuan besarnya. "Ya, Tuan. Tuan Lean tertidur karena kelelahan."
"Biarkan saja, Anne. Biar saya yang melanjutkan."
Anne mengangguk, ia pun undur diri.
Axelen duduk di tepi ranjang, kini di depannya hanya ada tubuh bawah Lean tanpa tertutup sehelai benang pun. Ia menekuk kaki Lean dan mengangkatnya sampai ke perut. Dapat ia lihat, jika lubang berwarna pink itu memerah karena lecet. Pria itu tergoda dengan lubang itu, ia pun memasukan dua jarinya pada lubang tersebut. Kedua ujung bibirnya kembali terangkat saat sebuh kotoran keluar bersamaan dengan keluarnya jari Axelen.