Lean di buat bingung dengan kekasihnya, hari ini Axelen membiarkan ia berjalan sepuas mungkin. Biasanya ia hanya akan di beri waktu 20-25 menit untuk berjalan-jalan menggunakan kakinya. Tetapi sekarang, pria itu mengizinkan Lean bejalan sepuasnya.
Bahkan pria dominan itu sekarang lebih sibuk dari biasanya. Axelen akan pergi bekerja sangat pagi dan bahkan pulang amat larut, membuat Lean galau di buatnya.
Lean mendudukkan kembali pantatnya pada kursi roda yang selalu setia di belakangnya jika ia berjalan, dengan segera, Anne menutupi paha mulus majikannya itu. Pria manis itu menghela napas, kemudian melihat langit di atas yang begitu cerah.
"Anne, bawa aku ke kamar," ujar Lean dengan Lesu.
"Baik, Tuan." Wanita itu pun dengan segera mendorong kursi roda tuannya menuju kamarnya.
Sampainya di kamar, Anne langsung saja membantu Tuannya untuk berbaring di ranjang megahnya. "Ada perlu sesuatu lagi, Tuan?"
Lean menggeleng. "Tidak, aku hanya ingin istirahat. Kepalaku terasa amat pusing. Apa karena aku terlalu lama berjalan?"
Anne tersenyum. "Ah, mungkin anda kelelahan. Jika begitu, selamat beristirahat."
Anne pun mulai beranjak, tetapi saat ia hendak menutup pintu, majikannya itu kembali memanggilnya.
"Anne!"
Dengan segera, wanita itu kembali masuk ke dalam kamar Lean. "Asataga, Tuan!" Anne begitu panik saat melihat Lean mengeluarkan darah dari kedua lubang hidungnya.
Lean tampak kaget, ia memang sering mimisan akhir-akhir ini, tetapi tidak sebanyak sekarang. Sekarang ia hanya terdiam melihat darah yang sudah mengotori baju dan juga selimutnya.
Dengan cekatan, Anne membersihkan kekacauan tersebut. Ia segera menghentikan pendarahan tersebut dengan pertolongan pertama. Anne mencoba mencondongkan tubuh Lean agar mencegah darah kembali masuk ke hidung.
"Coba bernapaslah menggunakan mulut, Tuan," intruksi Anne seraya mencubit cuping hidung Lean.
"Anne, jangan beritahu Scott soal ini," ucap Lean di sela mimisannya.
"Tanpa saya beritahu pun, Tuan besar pasti sudah tahu," tukas Anne.
Sekitar lima menit, akhirnya mimisan Lean berhenti. Begitu banyak tisu kotor yang berserakan di tempat tidurnya.
"Untuk sementara, anda istirahat di kamar lain. Saya akan menyuruh Maid membersihkan kamar anda, Tuan."
Lean mengangguk, ia pun kembali ke kursi rodanya. Ah, sial, sekarang tubuhnya begitu amat lemas. Mengapa hari ini ia begitu lemah? Apa Axelen kembali memberikan ia obat-obatan anehnya?
Sekarang Lean sudah berada di kamar lain, bahkan ia juga sudah berganti pakaian dengan yang lebih nyaman. Pria manis itu mulai memejamkan matanya, sungguh ia merasa begitu lelah.
***Di lain tempat, Axelen mengepalkan tangannya. Ini baru pertama kali ia melihat Lean mimisan dengan hebatnya. Bukan hanya ia yang kaget dengan hal tersebut, bahkan Lean yang mengalaminya pun tampak begitu kaget.
Dengan segera pria dominan itu menghubungi seseorang. "Apakah semuanya sudah siap?"
"Hanya tinggal empat puluh persen lagi, Tuan."
Axelen berdecak. "Segera selesaikan, aku tidak mau penyakitnya semakin parah. Jika itu terjadi, maka aku tidak bisa menjalankan rencanaku!" Tanpa menunggu balasan, Axelen langsung mematikan ponselnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐞𝐥𝐩𝐥𝐞𝐬𝐬
RandomAxelen suka Lean yang lemah, Axelen suka Lean yang tidak berdaya, Axelen suka Lean yang ketergantungan padanya. Semua yang ada pada Lean Axelen menyukainya, termasuk membuat pria cantiknya itu menderita selama hidupnya. Karena ketidakberdayaan Lean...