Axelen suka Lean yang lemah, Axelen suka Lean yang tidak berdaya, Axelen suka Lean yang ketergantungan padanya. Semua yang ada pada Lean Axelen menyukainya, termasuk membuat pria cantiknya itu menderita selama hidupnya. Karena ketidakberdayaan Lean...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kala itu, di bawah derasnya air hujan Axelen melihat seorang pemuda manis yang tengah menangis di antara dua gundukan tanah. Entah kenapa, hati yang kata orang dingin itu tiba-tiba saja mencair saat melihat pemuda manis itu. Hatinya menyuruh ia untuk menghampiri si manis saat itu.
Pemuda manis itu menghentikan tangisannya saat Axelen menghampirinya. Mata indah itu mengerjab saat kedua matanya bertubrukan langsung dengan obsidian Axelen.
"S-siapa?" tanya si manis sembari bangun secara perlahan karena tiba-tiba saja pening ikut menghujani yang membuat dia terhuyung.
Dengan sigap Axelen menahan tubuh yang hampir terjatuh itu.
Pemuda manis itu tersenyum. "Ah, maap, mungkin aku terlalu lama menangis di bawah air hujan jadi kep––"
'Brugh'
Belum sempat si manis menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja tubuhnya terjatuh karena kesadarannya yang menghilang secara tiba-tiba.
Axelen lansung menolong pemuda manis itu, sejenak Axelen memandangi wajah yang sudah terlihat pucat itu. Rasanya aneh, tiba-tiba saja ia ingin memiliki pemuda manis ini. Rasa yang telah lama hilang, kini datang kembali, ia ingin pemuda manis ini menjadi miliknya dan pemuas nafsunya yang diturunkan dari sang ayah. Saat melihat wajah pemuda itu yang pucat, Axelen ingin terus melihat pemuda itu tidak berdaya dan terus bergantung kepadanya selamanya.
"Ah, kau tampan dan cantik. Sayang jika kau tidak jadi milikku, manis." Axelen terseyum seraya membelai wajah pucat yang tengah terguyur air hujan itu. "Setelah ini, kau akan jadi milikku." Senyum mengerikan Axelen kembali terpsang, ia sudah tidak sabar untuk memiliki tubuh pemuda manis di dekapannya ini.
***
Setelah kejadian kemarin, Axelen membawa pemuda manis itu ke Mansion. Axelen tidak tahu alamat si manis, jadi ia putuskan untuk membawa si manis ke Mansionnya.
Axelen benar-benar merawat pemuda asing itu dengan telaten, ia memanggil Dokter dan beberapa perawat untuk merawat si manis. Pemuda manis itu terkena demam, dan entah kenapa sampai saat ini pemuda manis itu belum juga membuka matanya.
Ah, sial, itu semakin membuat Axelen ingin segera melihat pemuda itu tidak berdaya di depannya.
"Ugh ...."
Terdengar suara leguhan dari si pemuda manis itu, dengan segera Axelen mendekatkan dirinya pada si manis. Terlihat pemuda manis itu tengah membuka mata indahnya.
"Ssst ...." Si pemuda itu memegangi kepalanya tatkala pening kembali menghujaninya.
"Hai," sapa Axelen saat mata indah itu sudah benar-benar terbuka.