Kedua mata rubah Wonwoo melirik Mingyu yang tengah sibuk mengatur ulang lukisan-lukisan di ruangan khusus yang ada di lantai dua rumah tersebut. Banyak sekali lukisan di dalam ruangan itu, entah menggantung atau hanya di sandarkan di lantai. Di tengah ruangan juga terdapat alat lukis begitu lengkap.
Sebenarnya Wonwoo masih memikirkan perkataan Mingyu terhadap Irene tempo hari yang hanya memperbolehkannya untuk tidur dengan Mingyu tapi Mingyu sendiri tidak mau melakukannya. Ia sampai sekarang tak berani untuk menanyakannya meskipun rasa penasarannya sungguh besar.
Mingyu memundurkan langkahnya, dengan kedua tangannya yang berkacak pinggang, ia menatap lukisan yang baru ia gantung di tembok sisi timur ruangan tersebut yang serba berwarna putih.
Ia memperhatikan lukisan tersebut dan menyunggingkan senyuman tipisnya, lalu menoleh ke arah Wonwoo. "Bagaimana?" tanyanya kemudian.Wonwoo mengerjap kecil dan menoleh ke arah lukisan yang ada di hadapan Mingyu, ia menelan ludahnya dengan kasar. "Kenapa daddy menggantung lukisan itu.." ucapnya, itu adalah lukisan Mingyu yang berisi gambar dirinya telanjang. Ia hanya merasa aneh dan ia tidak mengira bahwa Mingyu akan menggantungnya di sana.
Pria Kim itu kembali menatap lukisan tubuh telanjang Wonwoo yang ia buat sendiri. "Ini hanya lukisan pertama tentangmu, akan ada yang kedua dan seterusnya." ucapnya dan membuat yang lebih muda mengernyitkan dahinya bingung. Mingyu kemudian melanjutkan pekerjannya untuk mengatur ulang lukisan-lukisan miliknya di ruangan tersebut.
Kedua kaki Wonwoo melangkah mendekati lukisan yang bertengger di tembok bagian barat ruangan tersebut, ia berjongkok di hadapan lukisan tersebut, memperhatikannya dengan lekat. Lukisan wajah close up tapi tak terlalu menunjukkan bahwa itu adalah wajah.
Ia terdiam, memperhatikan setiap garis lekuk di wajah itu yang garisnya tidak sesuai contour wajah manusia. Wonwoo sangat awam pada sebuah lukisan, karya seni dan sebagainya, tapi ia bisa melihat bahwa lukisan itu penuh dengan misteri, ada raut wajah tersembunyi di dalam sana yang membuat dirinya semakin ingin berlama-lama menatapnya.
Mingyu yang melihat itu berjalan mendekat, ia lalu berjongkok di samping Wonwoo, memandang lukisan yang sama yang ada di hadapan mereka. "Aku melukisnya sekitar tiga tahun lalu.." ucapnya dan Wonwoo menolehkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial dari lukisan ini." lanjutnya.
Wonwoo menatap wajah datar pria Kim itu. "Aku tidak tahu apa-apa tentang lukisan daddy.. tapi lukisan ini bagus, ia menarik perhatianku seperti lukisan palsu yang daddy lelang di tempat ketua Park." jawab Wonwoo kemudian.
Pria bermata almond itu menoleh, menatap Wonwoo yang terdiam setelah mengatakan hal itu. "Kau tertarik dengan lukisan itu?" tanyanya kemudian.
Senyuman canggung terukir di wajah manis pria Jeon itu. "Sedikit, tapi aku tidak tahu kalau itu palsu.. Bagi orang yang tidak tahu, pasti mereka menganggap itu lukisan abstrak biasa, tapi.. aku bisa melihat wajah di sana, kedua mata di wajah itu terlihat sedih dan marah.." ucapnya kemudian.
Kedua mata almond itu mengerjap kecil, ia lalu berdiri di samping Wonwoo yang masih berjongkok. "Akan aku dapatkan lukisan itu lagi." ucapnya lalu berjalan ke arah ruang tengah tersebut.
Wonwoo menoleh dan berdiri. "Daddy yang melukis lukisan itu?" tanyanya dan diberi anggukan kecil oleh Mingyu yang mendudukkan dirindi kursi depan kanvas besarnya. "Kenapa.. daddy bisa kehilangan lukisan itu?" tanyanya kemudian.
Mingyu meraih paletnya dan kuasnya. "Seseorang mengambilnya dariku." jawabnya dan ia mulai menggerakkan tangannya untuk melukis di kanvas itu, di mulai dengan warna merah.
Pria Jeon itu berjalan mendekati Mingyu, ia menatap kanvas yang ada di hadapan Mingyu. "Kenapa daddy suka melukis?" tanyanya lagi, entah kenapa ia ingin mengenal pria itu lebih jauh lagi, karena dulu, Mingyu sudah terlebih dahulu pergi sebelum ia mengenal pria itu lebih dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conclusion of Desire
FanfictionMINWON • COMPLETED Fantasies Fanfiction Ketika Jeon Wonwoo dijadikan sebagai sumber keuangan bagi keluarganya, ia hanya menerimanya dengan lapang dada. Tidak ada penolakan sedikit pun sampai dirinya benar-benar menyukai pekerjaannya dan tak memikir...