18

1.8K 137 11
                                    

Wonwoo berdiri di depan sebuah lukisan yang terpasang di dinding ruang lukisan milik Mingyu dengan menatap lekat lukisan yang selalu menarik perhatiannya jika ia masuk ke ruangan tersebut. Lukisan yang di dapatkan setelah ia mengelabuhi Kim Woobin, lukisan yang dulunya di lelang di tempat Park Seoham yang ternyata palus. 

Ia terdiam dan terus memperhatikan setiap lekukan garis berwarna hitam itu yang abstrak namun jika dilihat lebih teliti lagi, akan membentuk wajah yang tidak Wonwoo kenali. Kedua mata rubahnya tertuju pada garis yang membentuk dua mata dari lukisan tersebut, sebuah tatapan marah nan kesedihan ia lihat di sana. Membuatnya termenung dan memikirkan siapa orang yang dilukis Mingyu itu.

Dan karena keterdiaman Wonwoo yang tak kunjung selesai, Mingyu menghentikan gerakan tangannya dan meletakkan kuas yang ada di tangannya. Ia mendongak dan menatap Wonwoo yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Memperhatikan pria Jeon itu yang terdiam dengan wajah datarnya. "Wonwoo.." panggilnya. 

Pria Jeon itu menoleh, ia menatap Mingyu lalu menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya. Ia lalu berjalan mendekat ke arah Mingyu, tanpa menunggu, langsung mendudukkan diri di pangkuan Mingyu yang kemudian meletakkan paletnya di atas meja. "Kenapa daddy sangat menyukai lukisan itu?" tanyanya kemudian, rasa penasarannya membawa dirinya untuk bertanya kepada Mingyu padahal dulu ia tak menanyakannya. 

Mingyu lalu menatap lukisan yang Wonwoo maksud, ia memperhatikannya dengan wajah datarnya. "Ehm.. mungkin karena lukisan itu yang daddy selesaikan dalam sekali lukis." jawabnya, karena biasanya, Mingyu akan melukis bagian dasarnya, istirahat lalu melanjutkannya lagi. Bahkan terkadang menunda selama berhari-hari hingga ia ingin meneruskan lukisannya.

Tangan kanan Wonwoo melingkar di leher Mingyu, ia memperhatikan wajah tampan sang strigoi dengan begitu lekat. Sebenarnya ia masih cukup bahwa pemilik wajah tampan itu adalah seorang monster, tetapi bagaimana lagi, karena itu memang kenyataannya. "Siapa orang di lukisan itu daddy?" tanya Wonwoo kemudian. 

Pria Kim itu menghela napasnya. "Seseorang yang.. baru pertama kali daddy temui dan langsung jatuh cinta padanya." jawab Mingyu yang membuat dahi Wonwoo mengernyit bingung karena tentu, Wonwoo penasaran akan siapa orang yang Mingyu maksud. 

Wonwoo juga menatap lukisan itu dari posisinya sekarang di pangkuan Mingyu. "Jika itu orang yang daddy cintai pada pandangan pertama, kenapa lukisan itu malah terkesan sedih dan marah, harusnya daddy melukiskannya dengan senyuman di wajahnya." balas Wonwoo. 

Mingyu terkekeh kecil mendengar perkataan Wonwoo, ia menoleh ke arah yang lebih muda yang kini kembali menatapnya. Mingyu menaikkan tangan kirinya dan mengusap rambut samping kanan Wonwoo dengan lembut. "Karena ia tidak jatuh cinta pada daddy Wonwoo." ucapnya kemudian dan melihat mata rubah itu mengerjap kecil. Mingyu tersenyum tipis dan menurunkan tangan kirinya. "Ayo makan." ucapnya kemudian. 

Mendengar hal tersebut, Wonwoo menghela napasnya panjang. Memang sudah waktunya makan siang, itu sebabnya Mingyu mengajaknya. Hanya saja, dirinya tahu bahwa Mingyu tidak harus makan seperti dirinya yang seorang manusia yang membutuhkan makanan. Makanan Mingyu hanya darah dan itu cukup di minum dalam beberapa hari sekali. "Daddy tidak perlu makan hanya untuk menemaniku, aku bisa makan sendiri." balasnya. 

Mingyu menggelengkan kepalanya. "Kenapa memangnya hm?" tanya Mingyu dengan lembut. 

"Karena daddy tidak membutuhkan makanan seperti itu, daddy hanya perlu minum darah. Itu sudah cukup kan? Aku tidak mau memaksa daddy untuk makan bersamaku." jawab Wonwoo.

"Tapi daddy ingin makan bersamamu sayang.." Mingyu mengecup bibir Wonwoo dengan singkat. "Daddy ingin berlaku seperti manusia biasa di sekitarmu." lanjutnya, karena ia ingin Wonwoo merasa bahwa dirinya manusia biasa, bukan seorang monster yang kapan pun bisa bertindak seperti monster. 

The Conclusion of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang