"Hah?! Lu buang?!"
Neo mengangguk tanpa dosa. Wajahnya terlihat acuh tak acuh.
"Tolol banget lu jadi manusia! Beli gituan tuh pake duit." Tatapan Bastian menyorot tajam. Ia benar-benar marah saat Neo mengakui secara sadar jika dirinya telah membuang bahan masakan yang tidak jadi dimasak.
Neo hanya diam sembari membuang muka. Ia akui jika dirinya salah, namun karena emosi negatif masih menguasainya membuat ia malas untuk berkata maaf.
"Sadar diri, bego! Udah kagak becus cari duit, kerjaannya nyusahin doang. Kalau mau boros tuh minimal mampu hasilin uang! Lu sekarang udah miskin, jadi jangan kurang ajar, tolol!"
Neo mendongak ke arah Bastian yang terus mencercanya dengan kalimat kasar. Napasnya kembali memburu kuat akibat amarah yang mulai meledak-ledak.
"Udah?" Neo bersuara saat Bastian diam beberapa detik. "Udah puas ngumpatin gua?"
"Bego."
"Ya, terus! Terus maki gua!" Neo melipat tangan ke depan dada, seolah sengaja memancing amarah Bastian.
Bastian diam dan Neo pun ikut diam. Keduanya saling bertatapan dengan mata berkilat marah.
"Gua nyesel nikahin lu," ucap Bas yang membuat telinga Neo langsung berdenging kuat.
Jantung Neo berdegup kencang seiring dengan sorot matanya mulai berubah. Ia memang menginginkan perceraian, tetapi saat mendengar kalimat menyakitkan itu dari mulut Bastian, entah kenapa membuatnya merasa sangat sakit. Benar-benar sakit sampai membuat matanya terasa berkaca-kaca.
Terlepas dari apa yang terjadi, Neo benar-benar menyukai Bastian. Dari awal mereka bertemu sampai sekarang, perasaan Neo kepada cowok itu kian bertambah besar, hanya saja Neo memang sengaja tidak memperlihatkannya. Apalagi saat melihat perubahan sikap Bastian yang dulu sangat care dan kini berubah seratus delapan puluh derajat.
"Terus lu mau apa?" sahut Neo sambil mengepalkan kedua tangan. "Cerai?"
Bastian terdiam tapi tak lama dominan itu terkekeh pelan. "Kalo semudah itu udah dari kemarin lu, gua cerein."
Kedua tangan Neo mengepal saat mendengar jawaban super santai barusan. Kini, cowok itu tidak bisa jika harus tetap diam seperti sebelum-sebelumnya.
"Alasan lu mau cerein gua apa? Gua nggak becus ngurus rumah? Gua cuma bisa ngabisin duit dan ngga becus cari duit? atau karena lu risih ada gua di sini?"
"Semuanya," jawab Bastian tanpa pikir panjang.
Amarah Neo benar-benar sudah memuncak sekarang. Mati-matian dia menahan agar tidak kelepasan menghajar makhluk bajingan di hadapannya. "Manusia egois."
Kening Bastian mengerut ketika mendengar gumaman barusan. "Apa?" Nada suara dominan itu sedikit meninggi. "Lu yang egois, tolol. Semisal dulu lu mau ngikutin saran dari gua, hidup gua dan lu nggak akan sesusah sekarang! Puas lu udah bikin hubungan gua sama om gua renggang?!"
Neo tidak tahu ini karena hormon kehamilannya atau apa, tapi sekarang rasanya ia ingin menangis seraya mengangkat kursi pantry kemudian melemparkannya ke kepala kopong Bastian. "Saran apa? Aborsi?" Neo balik bertanya seraya memperkuat pertahanannya agar tidak hancur. "Gua malah bersyukur karena nggak ngikutin omongan lu itu." Neo lalu berjalan mendekat. "Bukan cuma hubungan lu sama om lu doang yang renggang, hubungan gua sama nyokap gua pun sama. Jadi, masih mau nyalahin gua?" imbuh Neo dengan nada suara yang ia paksa selembut mungkin.
"Sedari awal gua udah bilang ... gua nggak mau punya anak. Kalau lu mau ngerawat dia, silakan! Tapi jangan sekali-kali narik gua buat ikut serta." Bastian bersuara. "Dan sekarang, gua juga ikut nanggung semuanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/358310750-288-k395253.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Lust? [✓]
Roman d'amour[BXB] [M-PREG] [ANGST] Bastian dan Neo, dua orang laki-laki yang sama-sama terjerat pergaulan bebas. Mabuk-mabukan serta seks liar tidak bisa dihindari keduanya. Mereka sangat terlena dengan kenikmatan sementara hingga 'sesuatu yang tidak diharapkan...