9

6.6K 536 5
                                        




Setelah tahu kondisinya yang tengah hamil, Neo selalu mengurung diri di kamar. Ia bahkan tidak masuk kuliah lagi dan membuat beberapa orang bertanya-tanya dengan perubahan sikapnya yang drastis itu, termasuk Mbok Jum.

Mbok Jum paham jika anak majikannya itu jarang di rumah dan selalu menghabiskan waktu di luar. Jadi saat beliau menyadari perubahan ini, wanita lima puluh tahun itu tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Pada akhirnya, Mbok Jum mengadu pada Jenna tentang semua, termasuk perubahan sikap serta Neo yang tidak pernah pergi kuliah lagi.

Mendengar kabar itu, Jenna memutuskan untuk pulang meski ada beberapa klien yang harus ia urus. Wanita itu terlanjur mengkhawatirkan kondisi putranya. Di rumah, diam-diam Jenna menyetujui semua laporan dari Mbok Jum. Neo kini berubah sangat pendiam, wajahnya juga tampak kacau serta tubuhnya yang semakin kurus.

Saat mereka makan malam bersama pun Neo tidak sedikitpun membuka suara. Biasanya, cowok itu akan bertanya beberapa hal atas kepulangan sang ibu, seperti ....

Udah sepi klien, Ma? Tumben sering pulang.

Rumah Mama di PIK udah dijual?

Dan lain sebagainya. Jenna tahu pertanyaan itu merupakan kalimat satir yang sengaja dikeluarkan Neo karena dirinya memang jarang pulang. Tetapi, Jenna tidak masalah dengan itu.

Namun kali ini semuanya berbeda. Neo hanya diam dan mengunyah makanan dengan tatapan kosong menyorot ke piring. Jenna semakin yakin jika putranya itu memang sedang tidak baik-baik saja.

"Aku balik ke kamar, Ma."

Lamunan Jenna seketika buyar saat mendengar ucapan Neo, disusul dengan suara kursi berderit. Jenna menatap punggung anaknya yang tampak lunglai dengan pandangan khawatir.

Di kamar, Neo menutup pintu dengan gerakan lemas. Belakangan ini tubuhnya sering letih tanpa sebab padahal dirinya tidak pernah melakukan kegiatan yang menguras tenaga. Ia lalu duduk di kursi, menghadap layar komputer yang gelap.

Neo lalu membuka laci meja dan mengambil alat tes kehamilan yang masih ia simpan. Tatapannya berubah nanar. Pegangannya ke benda itu semakin mengerat. Perlahan, dia mulai memikirkan ucapan Bas tempo hari.

"Aborsi?" Neo tiba-tiba bermonolog. Dengan pikiran kosong, cowok itu menaruh testpack ke meja dan beralih menghidupkan komputer. Setelah tersambung dengan wi-fi, Neo langsung membuka chrome dan mulai mengetik sesuatu di mesin penelusuran.

Aborsi.

Kurang dari satu detik, deretan informasi langsung ia dapatkan dengan mudah. Matanya menatap fokus satu persatu artikel di layar komputer hingga menangkap satu obat yang diklaim sebagai obat penggugur kandungan. Dia langsung memasukkan nama obat itu ke mesin penelusuran lalu menekan search. Ia memilih melihat penelusuran gambar dan semakin menyecroll ke bawah. Maniknya benar-benar terpaku pada layar komputer yang membuat dia tidak menyadari jika pintu kamar perlahan terbuka.

Dirasa mendapat informasi yang cukup, Neo beralih membuka online shop dan mencari obat itu yang mungkin saja dijual bebas. Dan dugaannya terbukti benar. Dia mengunjungi salah satu toko dan langsung membeli obat itu, sebelum suara seseorang sukses membuatnya berjengit kaget.

"Kenapa kamu nyari cytotec?"

Neo langsung menghapus pencariannya dan mengembalikan tampilan komputer di tampilan awal. Ia masih duduk membelakangi ibunya yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.

"Kamu tau cytotec obat apa?"

Neo tidak menjawab. Tatapannya malah terpaku pada testpack yang lupa ia simpan ke laci. Dia melirik ke belakang dan tangannya perlahan terulur untuk menyembunyikan benda itu sebelum tubuhnya terlonjak.

Love or Lust? [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang