"Periksa kandungan?"
Neo mengangguk dengan raut polos. Dia baru saja menunjukkan pesan dari ibunya semalam pada Bastian yang sedang sibuk berkutat dengan penggorengan di atas kompor. Suaminya itu sedang memasak.
Bastian langsung mematikan api kompor dan berbalik menghadap Neo. "Harus?"
"Mama maksa. Beliau udah bikin janji sama salah satu dokter," jawab Neo seraya mematikan hp. "Mama juga yang bakal tanggung biaya check up."
Mendengar itu, sebelah alis Bastian sontak terangkat. "Kenapa? Gua sanggup buat bayar biaya dokter. Bilang sama nyokap lu, gausah repot-repot buat keluarin duit!" Setelah mengatakan itu, Bas berbalik untuk melanjutkan masakannya.
Neo berpikir sebentar sambil menatap punggung Bastian. Ah, ngomong-ngomong, dominan itu hanya memakai celana dan bertelanjang dada. "Gua pikir nggak ada salahnya terima tawaran Mama. Jadi, uang hasil kerja lu bisa disimpen buat kebutuhan lain."
Bastian hanya diam, seolah sengaja mengabaikan ucapan Neo barusan.
"Bas, biaya check up ke dokter itu lumayan dan check up juga nggak sekali dua kali, satu bulan sekali, loh. Lumayan nguras duit."
"Ya kalau gitu, gausah check up-check up an segala," sahut Bastian dengan posisi masih membelakangi.
"Bas!" Habis sudah kesabaran Neo. "Gila emang lu, ya. Harusnya lu tuh bersyukur karena nyokap gua masih mau bantu. Lumayan bisa meringankan beban lu sebagai kepala rumah tangga."
Merasa tidak kunjung mendapat jawaban, Neo yang emosi langsung menarik bahu Bas agar cowok itu menatapnya. Belum sempat dirinya kembali membuka suara, Bastian langsung menyela.
"Terserah! Semisal mau terima tawaran nyokap lu, silakan! Tapi jangan pernah berharap kalau gua bakal nemenin lu ke rumah sakit." Setelah mengucapkan itu, Bas langsung mematikan kompor dan membawa lauk yang sudah ia masak ke pantry.
Neo menghela napas pelan. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sifap Bastian yang sangat kaku dan keras kepala. Apa salahnya coba menerima tawaran itu, toh dengan menerimanya, itu bisa membantu keuangan mereka. Namun, Neo yang malas berpikir berlebih memilih abai. Biarkan saja jika Bastian tidak mau menemaninya toh dia bisa pergi ke rumah sakit sendiri.
Neo yang merasa sedikit kesal memilih delivery sarapan dan Bastian yang mengetahui itu hanya melirik dengan raut acuh tak acuh. Bagaimanapun juga, sebelumnya Neo hidup bergelimang harta dan terbiasa mengeluarkan uang tanpa pikir panjang. Tentu saja kebiasaan itu tidak bisa dirubah dalam waktu cepat.
Tak berselang lama, terdengar ketukan pintu yang membuat Neo langsung beranjak dari sofa dan membukanya. Neo mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu dan berjalan ke sofa dengan tiga plastik di tangannya. Ia membuka satu persatu plastik sebelum mengambil peralatan makan.
Bastian yang selesai makan langsung mencuci peralatan kotor di wastafel sebelum kembali ke kamar. Dalam diam, Neo diam-diam melirik Bastian yang tengah bersiap-siap di dalam kamar. Karena posisi pintu kamar yang tidak ditutup membuatnya bisa melihat dengan jelas. Tak lama, dominan itu keluar dengan hanya menggunakan celana pendek serta jaket.
Tanpa berkata sepatah kata pun, Bastian pergi begitu saja seolah tidak melihat keberadaan Neo yang sibuk mengunyah makanan. Mendapati itu, entah kenapa membuat Neo langsung tersinggung. Napsu makannya tiba-tiba hilang.
"Childish banget tuh orang. Cuma gara-gara check up kandungan aja sampe merajuk." Neo mendorong piring makanannya dengan ekspresi jengkel.
****
Siang hari, Neo mendapat info dari ibunya jika besok dia bisa melakukan check up. Setelah membaca pesan itu, dia lantas menaruh hpnya ke meja dan berjalan menuju balkon. Ia duduk di salah satu kursi dan menikmati angin dingin yang berhembus menerpa tubuhnya. Kebetulan siang itu cuaca sedang mendung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Lust? [✓]
Romantika[BXB] [M-PREG] [ANGST] Bastian dan Neo, dua orang laki-laki yang sama-sama terjerat pergaulan bebas. Mabuk-mabukan serta seks liar tidak bisa dihindari keduanya. Mereka sangat terlena dengan kenikmatan sementara hingga 'sesuatu yang tidak diharapkan...