14

5.3K 490 13
                                    




"Widihh, banyak banget ini. Tumben lu masak banyak. Lagi ada tamu?"

Bastian menggeleng. "Ikannya lagi diskon. Gua kalap dan borong semuanya," jawabnya asal.

Galih menatap ikan sambal kuning itu dengan saksama. "Ikan murah, ya?" tanyanya seraya menoleh pada Bastian. "Jangan-jangan ini ikan sapu-sapu lagi."

Sedetik kemudian, Galih meringis saat kepalanya digaplok seseorang. "Ngaco lu!"

"Ya, kan, gua cuma nebak, elah." Galih menyahut seraya mengelus kepalanya. "Bas, ini bukan sapu-sapu, kan?"

Bastian mendongak dan menggeleng. Cowok itu tampaknya sedang tidak ingin bercanda.

Akhirnya, Ecep muncul sambil membawa mejikom, diikuti oleh cowok gondrong di belakangnya yang membawa piring serta sendok. Kini mereka duduk melingkar seperti akan melakukan ritual sesat.

Mereka makan yang tentu saja tidak dalam diam. Meski mulut sibuk mengunyah, cowok-cowok itu terus melempar ejekan satu sama lain yang berakibat adegan saling gaplok. Bastian yang sedang dalam mood tidak baik memilih keluar dan duduk di salah satu motor untuk merokok. Tak berselang lama, salah satu temannya ikut keluar dan berdiri di sebelahnya seraya bersandar di tembok.

"Kayaknya lu lagi buruk banget hari ini."

Bastian melirik sekilas dan menghembuskan asap rokok ke udara. "Ga ikut makan di dalam?"

Fahlan menggeleng. "Kenyang."

Di antara semua temannya, Bastian memang sedikit lebih dekat dengan Fahlan karena mereka sama. Sama-sama berasal dari keluarga yang tidak sempurna.

"Belakangan ini lu agak berubah. Lu keliatan banget kalo lagi sembunyiin sesuatu," ujar Fahlan lagi.

Bastian menghisap batang rokoknya dalam-dalam.

"Gua nggak maksa lu buat cerita," tambah Fahlan lagi.

Bastian membuang sisa rokoknya ke tanah dan kemudian menginjaknya. Setelah itu, dia melirik ke sekitar lalu mengintip ke dalam kos Ecep, terlihat jika teman-temannya yang lain sedang sibuk makan seperti orang yang tidak pernah makan makanan enak.

"Gua udah married."

Fahlan tersedak asap rokoknya sendiri. Jawaban Bastian sangat di luar ekspektasinya. Ia kira alasan Bas 'berubah' karena masih gagal move on. "Serius?"

Bastian menghela napas dan tatapannya menyorot kosong ke depan. "Gua hamilin anak orang."

"Siapa?" sahut Fahlan cepat.

"Neo."

"Neo?" Fahlan mengulangi.

Wajar saja cowok itu asing dengan Neo karena beberapa bulan belakangan dia pulang ke Bandung untuk mengurus sengketa warisan.

Bastian lalu menceritakan semuanya. Tentu saja dengan nada pelan agar tidak memancing atensi orang dan berakhir orang itu akan menguping.

Fahlan fokus mendengarkan dalam diam. Meskipun raut wajahnya tampak datar namun tak dipungkiri ada setitik sorot speechless di matanya. Ia tidak menyangka jika Bastian bisa sampai 'kebobolan'. Ayolah, temannya itu memiliki 'jam terbang' yang tentunya tidak akan seceroboh ini.

"Terus hubungan lu sama bini lu gimana?"

"Ngalir."

"Om lu angkat tangan?"

Bas mengangguk. "Tapi kuliah gua, Om Johan masih mau biayain. Selain itu, gua berjuang sendiri."

"Jadi ini alasan lu sering ikut balapan?"

Love or Lust? [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang