Setelah pertengkaran itu, sikap Bastian malah semakin menjadi. Dominan itu sering keluar dan baru kembali tiga sampai empat hari kemudian. Bastian pulang hanya untuk mandi serta berganti pakaian dan setelah itu kembali pergi. Itu terus terjadi berulang-ulang selama beberapa minggu.
Selain jarang pulang, Bastian juga tidak pernah memberi Neo uang dan Neo pun tak berani untuk minta. Hubungan kedua orang itu makin kacau dan jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan selama tiga hari ini, Neo hanya memakan mie instan karena tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan di luar. Saldo rekeningnya pun sudah ludes tak bersisa.
Neo kembali duduk di sofa seraya mengelus perutnya yang semakin membuncit karena sudah memasuki bulan ke-empat. Perut Neo terasa perih, kemungkinan karena terlalu sering mengkonsumsi mie instan. Seraya menahan perasaan kalut, Neo terus bergumam; meminta maaf kepada calon anaknya yang tidak mendapatkan gizi baik selama beberapa hari ini. Ia tahu risiko terlalu sering makan mie untuk orang yang sedang hamil, namun dirinya tidak memiliki pilihan lain. Pilihannya hanya ada dua, yaitu mie instan atau kelaparan. Mau tak mau Neo memilih opsi pertama.
Tatapan Neo berubah kosong. Matanya yang sayu perlahan mulai berkaca-kaca. Ia kembali meratapi nasibnya sekarang. Kesalahan fatal apa yang pernah dia perbuat sampai Tuhan menghukumnya sedemikian rupa.
"Sabar, ya! Kita tunggu Papa kamu pulang. Papa pasti bawa makanan." Neo bermonolog sambil terus mengelus perutnya.
Sampai setengah jam kemudian tidak ada tanda-tanda Bastian sudah pulang. Neo yang sudah di ambang kesabaran, langsung berdiri dan meraih hpnya untuk menelepon seseorang.
Tak butuh waktu lama untuk panggilan itu dijawab seseorang.
"Hoshi ...."
Ya, orang yang ditelepon Neo adalah Hoshi.
"Yo, kenawhy?"
"G-gue laper, Shi. Dari pagi, gue belum makan."
Neo mengatakan itu sembari memejamkan mata. Jujur, dia sangat malu. Dirinya sekarang tak ubahnya seperti seorang pengemis yang membutuhkan uluran tangan seseorang. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dia malu jika harus memberitahu ibunya apalagi tempo hari Jenna sudah membawakannya banyak makanan.
Hening sejenak yang hal itu membuat Neo langsung membuka mata secara perlahan.
"Lo mau makan apa?"
Neo meneguk ludah sebelum menjawab.
"Apa aja."
"Gue serius, Neo! Lo mau makan apa?"
Perut Neo semakin keroncongan saat bayangan sebuah makanan terlintas di benaknya.
"Neo!"
"Gue pengen ayam serundeng sama bebek Madura."
"Oke, tunggu gue!"
Dan panggilan itu pun terputus. Bahu Neo berubah lunglai seiring dengan tubuhnya kembali jatuh terduduk di sofa. Kedua kakinya ia naikkan ke sofa disusul wajahnya yang sengaja ia benamkan di paha. Tubuh Neo bergetar akibat rasa malu. Apa yang harus ia katakan pada Hoshi nanti? Apa sebaiknya dia jujur kepada sahabat baiknya itu?
****
Hoshi akhirnya datang dengan membawa banyak makanan. Selain membawa pesanan Neo, Hoshi juga membeli banyak cemilan non MSG serta buah-buahan yang beraneka ragam.
"Hosh——"
"Nanti ngomongnya!" Hoshi menaruh plastik-plastik itu ke meja. "Makan dulu!" Setelahnya, Hoshi berbalik ke dapur untuk mengambil piring serta sendok dan tak lupa gelas serta teko yang berisi air putih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Lust? [✓]
Romance[BXB] [M-PREG] [ANGST] Bastian dan Neo, dua orang laki-laki yang sama-sama terjerat pergaulan bebas. Mabuk-mabukan serta seks liar tidak bisa dihindari keduanya. Mereka sangat terlena dengan kenikmatan sementara hingga 'sesuatu yang tidak diharapkan...