12

3K 68 0
                                    

"Aku terlambat makan malam. Bagaimana ini? Aku sangat lapar." Hera kembali bicara yang akhirnya membuat Max tampak menghela napas lega.

  Max merasa bodoh karena bisa-bisanya ia percaya pada ucapan orang yang sedang mabuk. Walau berhubungan di masa suburnya, bukan berarti akan langsung jadi, bukan? Max memang berpikir untuk memiliki seorang anak, tapi ia juga harus memikirkan secara matang siapa yang akan menjadi ibu dari anaknya. Meski wanita itu akhirnya akan pergi setelah melahirkan anaknya, tapi Max tetap ingin yang menjadi ibu dari anaknya adalah wanita yang memang pantas untuk hal itu.

   Karena Hera lapar, maka Max langsung meminta pelayan untuk menyiapkannya makanan dan dibawa ke kamarnya. Setelah makan, Hera pun langsung tertidur. Karena Hera tidur di sofa, maka Max kini mengangkat Hera untuk dibawa ke ranjang. Max juga menyelimuti Hera dan sempat menatapnya selama beberapa saat.

   "Setelah aku lihat lagi, kenapa kau terlihat tidak asing? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" gumam Max yang saat ini masih menatap lekat Hera.

   Saat Max akan pergi karena ia merasa belum mengantuk, Hera tiba-tiba meraih tangannya dan menggenggamnya dengan sangat erat. Hera juga menangis dan berkata, "Ayah jangan tinggalkan aku lagi. Ibu tidak peduli padaku dan orang-orang itu sangat jahat. Aku ingin pergi bersama Ayah. Tolong bawa aku juga." Hera bicara masih dengan mata yang terpejam.

   Max tahu kalau ayah Hera sudah meninggal, tapi Hera bersikeras ingin bersama ayahnya, itu menunjukkan betapa besar keinginannya untuk mengakhiri hidupnya. Pada akhirnya, Max memilih untuk ikut berbaring di ranjang dan membiarkan Hera memeluknya dengan erat. Setelah tadi dipanggil paman, kini Hera memanggilnya ayah, Max agak kesal, tapi ia tidak akan menganggapnya terlalu serius.

   Max menoleh pada Hera yang telah kembali terlelap, lalu tersenyum jika mengingat lagi tingkah lucunya ketika mabuk tadi. "Seperti ada dua jiwa dalam tubuh kurus ini. Pasti melelahkan hidup seperti itu, tapi setidaknya kau pernah memiliki ayah yang menyanyangimu," gumam Max setelahnya.

   "Ayah." Hera kembali bicara bahkan saat dia terlihat sudah terlelap.

  "Sial! Berhentilah memanggilku ayah. Aku tidak setua itu," balas Max, tapi kali ini tidak ada respon dari Hera, tapi hanya pelukannya saja yang semakin erat.

   "Astaga, aku tidak suka dipeluk seperti ini." Max terdengar mengeluh dan mencoba melonggarkan pelukan Hera, tapi tidak berhasil. Pada akhirnya, Max yang tidak ingin kasar pada Hera, memilih untuk pasrah saja menerima pelukan dari Hera.

***

   Hera tidak akan lupa bagaimana biasanya ia setelah bercinta dengan Max, yaitu pria itu selalu meninggalkannya dan ia akan sendirian di kamar seperti wanita penghibur yang ditinggalkan begitu saja setelah puas dipakai, tapi sekarang Hera merasa ada yang berbeda karena Max tetap bersamanya begitu pagi tiba bahkan pria itu memeluknya dengan sangat erat.

   Hera sedikit menundukkan kepalanya agar bisa melihat Max yang masih tidur dengan lelap. Max tidur dengan menenggelamkan kepalanya di leher Hera, jadi tentu Hera harus sedikit menunduk. "Sejak kapan dia memelukku?" gumam Hera setelahnya. Hera tidak bisa mengingat dengan baik apa yang terjadi semalam, bahkan kepalanya terasa agak sakit sekarang.

   Namun, Hera mengingat ketika Max menunjukkan mayat Kai padanya, lalu memintanya untuk berbahagia atas kematian Kai. Mengingat sikap Max semalam membuat Hera tersenyum kecil, sebab pria itu seolah berusaha keras membuatnya bahagia.

   Hera hanya tidak mengerti, bukankah ia adalah jaminan di sini? Lalu, kenapa Max mau melakukan semua ini untuknya?

   "Kenapa kau selalu menatapku?" suara Max tiba-tiba terdengar, tapi matanya tidak terbuka dan posisinya tidak berubah.

Gadis Jaminan Tuan Max [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang