23

1.8K 64 5
                                    

Hera akhirnya mengalihkan pandangannya karena ia merasa tidak bisa terus menatap mata Max, sebab tatapan pria itu begitu dalam sampai rasanya bisa menembus dirinya. Hera sungguh ingin menghindar, tapi semakin ia bergerak, maka Max malah semakin menariknya agar semakin mendekat.

Jarak di antara Max dan Hera nyaris tidak ada lagi. Tubuh Hera menempel dengan tubuh Max dan hal itu membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Tidak hanya jantungnya, tapi Hera bisa merasakan kalau hal yang sama juga terjadi pada Max.

"Wanita itu ditembak, jadi aku harus menolongnya dan membawanya ke rumah sakit. Aku harus tetap di sana karena dia tidak memiliki siapapun yang bisa dihubungi. Apa Bobby tidak mengatakan itu padamu?" Max bicara di tengah keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Hera.

"Apa? Dia tertembak? Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau terluka?" Hera seketika berubah menjadi khawatir.

Melihat reaksi Hera saat ini membuat Max yakin kalau Bobby tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi pertanyaannya adalah untuk apa Bobby mengatakan semua itu pada Hera?

"Aku baik-baik saja. Wanita itu adalah calon istri dari anak bosku dan kami tidak sengaja bertemu, lalu peristiwa itu terjadi. Aku sudah menjelaskan semuanya, jadi apa kau masih marah padaku? Apa kau sungguh cemburu?"

"Siapa yang marah dan cemburu? Aku biasa saja." Astaga, Hera merasa sangat malu sekarang.

Hera sungguh ingin menjauh dari Max karena rasa malunya, tapi pria terus saja menariknya semakin mendekat. Namun, apa ia sungguh cemburu? Mana mungkin?

"Benar, jangan cemburu. Kenapa harus ada rasa cemburu di sini? Memangnya kita terikat hubungan? Tidak, kan? Kau ada di sini karena utang ibumu, lalu sekarang karena anak kita, dan setelahnya kau akan pergi. Seperti itulah ikatan di antara kita, jadi bersikaplah sewajarnya." Max terus menatap lekat Hera sembari menahannya agar terus dekat dengannya.

"Kau tidak pantas cemburu atau marah atas apapun yang aku lakukan karena ini adalah hidupku. Aku mau bersama siapa dan dekat siapa adalah hakku, kau tidak punya hak untuk marah apalagi cemburu. Jangan letakan emosi di sini. Apa kau mengerti?" ucap Max lagi dengan penuh penekanan, lalu ia melepaskan Hera.

"Tidurlah." Max kini mengambil semua cat, palet, dan kuas milik Hera, kemudian keluar dari kamarnya.

Hera hanya terdiam di tempatnya, terlihat ingin menangis, tapi ia masih mencoba menahannya. Yang Max katakan memang benar, tapi kenyataan memang selalu pahit dan menyakitkan. Memang untuk siapa ia cemburu? Sang penyelamatnya yang lebih memilih bersama wanita lain? Max yang seperti itu bahkan sudah tidak ada lagi. Hera merasa sangat konyol sekarang.

***

Setelah pertemuannya dengan Max sempat tertunda, Bobby kini datang ke rumah Max untuk bertemu langsung dengan pria itu. Saat tiba di sana, Bobby mendapat tatapan yang kurang menyenangkan dari Max, padahal seharusnya ia yang memberikan tatapan seperti itu pada Max.

Bobby melempar sebuah iPad ke atas meja kerja Max yang memperlihatkan video penangkapan Sua dan teman-temannya yang sekarang telah ditonton lebih dari 1 Juta orang dan penontonnya terus bertambah seiring berjalannya waktu.

Max melirik video yang Bobby tunjukkan padanya, lalu kembali menatap pria itu. "Jangan khawatir, penyelidikan polisi tidak akan sampai menyentuh bisnismu." Dan inilah respon Max.

Bobby tersenyum tipis, kemudian duduk di kursi yang ada di seberang meja kerja Max. "Baiklah, aku percaya tentang hal itu, tapi apa alasan kau melakukan semua ini? Kau bahkan tidak bicara dulu denganku. Kau merusak kepercayaan dalam hubungan persahabatan dan bisnis kita. Kau menyadarinya, kan?" ujar Bobby.

Max menghela napas berat. Max mengakui kalau itu adalah kesalahannya. Ia terlalu bersemangat setelah mendengar cerita, lalu menonton video Hera sampai membuatnya lupa mengabari Bobby.

Gadis Jaminan Tuan Max [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang