2. Castle de Stallone

2.5K 252 6
                                    

Ketika Henry Westbrook mengatakan kalau mereka akan pergi ke Italia, yang muncul di kepala Angie adalah Roma, Sisilia, atau Venesia. Dia tidak membayangkan kalau Italia yang calon mertuanya maksud adalah Stallone, sebuah desa terpencil yang berada jauh di sudut negari ini.

Mereka dijemput di bandara oleh seorang sopir yang mengendarai mobil jeep enam jam yang lalu, dan di dalam perjalanan entah sudah berapa banyak hutan yang mereka lewati tapi mereka tidak kunjung tiba di tempat tujuan. Tebing dan jurang yang terjal menghiasi bahu jalan yang tidak lagi rata oleh aspal melainkan hanya berupa tanah dan bebatuan.

Semakin jauh perjalanan udara terasa semakin dingin. Pemandangan juga gelap sebab cahaya matahari tidak menembus hutan. Angie merasa ngeri sekaligus heran melihat adanya kehidupan di hutan yang mereka lewati saat ini. Rumah-rumah penduduk yang jarang tampak berdiri kokoh di antara pepohonan. Di dalam benaknya Angie bertanya-tanya, bagaimana bisa mereka tahan tinggal di dalam hutan belantara? Tidakkah mereka takut pada binatang buas? Dan bagaimana mereka mendapatkan bahan pangan juga kebutuhan lainnya? Tempat ini jauh dari kota, di sepanjang perjalanan  Angie sama sekali tidak melihat adanya toko atau supermarket yang beroperasi. Permukiman ini adalah satu-satunya permukiman yang ia lihat sejak mereka keluar dari kota.

Cahaya matahari baru tampak begitu mereka keluar dari hutan. Di persimpangan ada sebuah palang penunjuk arah bertuliskan nama desa Stallone, mobil berbelok ke arah tersebut. Dari jendela mobil Angie melihat sebuah kastil kuno bergaya Victorian yang berdiri di atas bukit. Kastil itu tidak terlihat asing, mungkin  pernah dijadikan lokasi syuting film-filn berlatar abad pertengahan.

"Kastil de Stallone" suara Andrew membuat Angie berhenti memperhatikan kastil itu dan menaruh perhatian pada kekasihnya, "Tempat yang kita tuju, keluarga de Stallone, LaRosa dan Palmiere tinggal di sana"

"Siapa pemilik kastil itu?"

"Salvatore de Stallone"

"Oh?" Salvatore...., Angie seperti pernah mendengar nama yang berasal dari bahasa latin itu sebelumnya, tapi di mana? Dia tidak punya satupun teman atau kenalan berdarah spanyol ataupun italia. Desa kecil ini terus menerus memberikannya dejavu saja.

Tatapan Angie kembali terpaku pada kastil de Stallone. Dia tidak menduga sebelumnya jikalau tempat yang mereka tuju adalah kastil kuno yang berdiri kokoh di atas bukit itu. Semakin Angie memperhatikan kastil de Stallone semakin dia merasa ada yang aneh dengan kastil itu hingga dia kembali menutup jendela kaca mobilnya lalu bersandar di bahu tunangannya, "Aku lapar" ucapnya.

"Kita hampir sampai, sayang"

Angie menganggukkan kepala lalu melirik Henry Westbrook yang duduk di samping sopir. Angie baru menyadari Henry tidak bicara sepatah kata pun sejak mereka tiba di Italia, tapi Angie tidak mau memusingkannya, toh calon ayah mertuanya memang irit bicara dan hanya terdengar suaranya ketika sedang memutuskan sesuatu. Angie mulai memejamkan mata karena merasa lelah. Dia sama sekali tidak berniat untuk tidur sebab mereka sudah hampir tiba. Tetapi, begitu Angie membuka mata mobil mereka sudah sampai di pekarangan kastil de Stallone dan Andrew sedang berusaha membangunkannya. "Turunlah, kita sudah tiba, sayang"

Angie turun dari mobilnya kemudian merenggangkan tubuhnya yang terasa remuk. Dari kejauhan dia melihat
beberapa orang sudah berkumpul tak jauh dari pintu kastil, seorang pria bersetelan formal dan juga para pelayan.

Dua pelayan yang datang menghampiri mereka mengambil koper dan barang-barang yang mereka bawa. Bersama Andrew dan ayahnya Angie berjalanan menuju ke arah orang-orang yang sudah menunggu di depan pintu.

"Selamat datang keluarga Westbrook" ucap seorang pria yang Angie duga sebagai tuan kastil ini. Tatapannya kemudian jatuh pada Angie, "Dia calon pengantinnya?"

"Ya" jawab Henry, "Perkenalkan namanya Angie Hamilton, dan Angie dia adalah Tuan Moreno, kepala pelayan di rumah ini"

Oh, kepala pelayan? batin Angie.

"Silakan masuk, anggota keluarga baru bisa berkumpul dan bertemu dengan kalian saat makan malam" jawab Tuan Moreno. Angie mengerutkan dahi, keluarga macam apa yang tidak dapat menyambut keluarganya sendiri dan malah menugaskan pelayan untuk menyambut mereka?

"Maid Belle" seorang pelayan yang berdiri di depan pintu kastil mendekat kepada Tuan Moreno, "Nona Hamilton, perkenalkan dia adalah Maid Belle, dia yang akan mengurus segala kebutuhan Anda selama Anda berada di sini. Maid Belle, antar Nona Hamilton ke kamarnya."

"Baik, Tuan" ucapnya. Pelayan itu mendekat kepada Angie dengan senyum yang sopan, "Mari ikut dengan saya, Nona"

Angie melirik Andrew dan lelaki itu menganggukkan kepalanya sehingga Angie segera membuntuti Maid Belle menuju ke kamar yang sudah disiapkan untuknya. Sementara itu, Andrew dan ayahnya diantar oleh maid yang lain menuju ke kamar mereka masing-masing.

Angie tidak heran mengapa dia dan Andrew tidak ditempatkan di kamar yang sama sebab saat di bandara Andrew sudah mengatakannya, lelaki bilang kalau ketiga keluarga yang mereka kunjungi tidak akan membiarkan pria dan wanita yang belum sah menikah tidur di ranjang yang sama. Angie sepenuhnya mengerti.

Suasana di dalam kastil de Stallone gelap dan sunyi. Sinar matahari seakan tak mampu menembus kaca jendela kastil yang tebal dan tinggi. Ruangan di dominasi dengan warna hitam dan merah gelap. Setiap barang dan furniture yang ada di dalam kastil kuno dan berkelas. Angie melangkahkan kakinya menapaki satu demi satu anak tangga dengan pegangan ukiran kayu gaharu yang mengkilap. Dia merasa dirinya tidak lagi berada di tahun yang sama sejak mereka tiba di kastil de Stallone, tapi berada di zaman abad pertengahan.

Di penghujung tangga Angie melihat puluhan tangkai mawar mewar terpajang di dalam vas kaca, itu adalah bunga kesukaannya. Angie berhenti sejenak untuk menyentuh kelopaknya namun tanpa sengaja tangannya tergores duri yang tajam sehingga darah keluar dari ujung jari telunjuknya. "Ah!" Angie tersentak kecil.

Maid Belle menghampirinya dan tampak panik melihat setetes darah yang keluar dari luka goresannya, "Anda berdarah!" dengan gerakan yang sangat cepat Maid Belle merobek ujung celemek putihnya dan segera membungkus jari Angie yang berdarah dengan kain tersebut.

"Angelique...."

Angie sontak menarik jemarinya dari Maid Belle karena dia terkejut mendengar bisikan halus tepat di belakang telinganya. Dia menoleh tapi tak menemukan apa-apa selain udara dingin yang menerpa wajahnya.

"Anda baik-baik saja, Nona?"

Sialan apa itu tadi? batinnya, siapa Angelique? Angie mendegar dengan jelas bisikan halus itu tapi dia tidak tahu dari mana asalnya, apakah kastil ini berhantu?

Angie mengangguk, "Y-ya, bukan apa-apa, aku hanya tergores sedikit" ucapnya dengan bulu yang bergidik.

"Jangan menumpahkan setetes pun darah selama Anda berada di sini, Nona. Mari, sebaiknya saya segera mengantar Anda ke kamar agar Anda bisa beristirahat" ucap Maid Belle.

Angie tidak mengerti mengapa Maid Belle terlihat begitu tegang padahal itu hanya luka goresan yang sepele. Angie juga tidak mengerti maksud di balik peringatan tersirat yang wanita itu berikan kepadanya, jangan menumpahkan setetes pun darah selama berada di sini, oh firasat Angie mengatakan ada sesuatu yang buruk tentang kastil ini.

— TBC —


Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Bride of the Vampire Lord (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang