Nikahi Puteriku

28 3 0
                                    

Aku bersama beberapa orang lainnya berlarian di lobi rumah sakit. Kami berlari menyusuri lorong rumah sakit yang mana tangan kami memegangi dan mendorong kursi tandu dengan hati yang bertalun-talun. Deru roda bergesekan pada lantai kramik mengerenyitkan dada. Peluh terkucur bak mandi di bawah seruan air yang mengalir tepat jatuh ke badan.

Aku, baru saja datang dari Mesir. Setelah mendapatkan info Kiayi sakit, aku langsung beranjak dari Mesir kembali ke Indonesia. Penerbangan yang terbilang mendadak ini membuatku harus bergerak gesit. Semua wajah nampak duka, tak ada senyuman yang melengkung, yang ada hanya wajah sendu dan air mata.

Kemarin malam

Sesi ulangan telah kami selesaikan, kami pun melakukan liburan kecil-kecilan untuk melepas rasa penat.

Kami pergi ketempat-tempat masyaikh kami yang terutama untuk meminta beberapa nasihat serta doa. Kami juga mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan wisata.

Seharian kami berkelana, badanku terasa lelah dan saat di asrama aku langsung saja merebahkan tubuhku sejenak sekedar meluruskan tulang belakang.

Seharian aku tak membuka ponselku karena kami benar-benar habiskan waktu untuk bersama teman-teman dan masyaikh kami.

Aku mencari ponselku, kurogoh saku baju koko yang tadi aku kenakan. Kemudian, aku nyalakan ponselku.

Saat terbuka, tiba-tiba riwayat panggilan tak terjawab berjejer. Aku terperangah, sekaligus khawatir karena panggilan itu bukan dari temanku melainkan dari Gud Adnan.

Pesan darinya juga telah masuk, pesan sejak tiga jam yang lalu.

(Abi, jikalau antum tidak sibuk. Tolong telpon balik ana ya)

Tanganku gemetar, jemariku berusaha menggulir layar dan menekan tombol panggilan pada nomor yang bernama Gus Adnan.

Trettt.... Getar panggilan masih belum terjawab. Tulisan di keterangan nomor Gus Adnan ;Berdering.

Aku mencoba menunggu dan berniat akan melakukan panggilan ini sebanyak tiga kali, jikalau setelah tiga kali kucoba dan belum ada jawaban dari Gus Adnan maka akh akan berhenti.

Panggilan berlangsung ..

'Assalamualaikum, Gus. Afwan, tadi ana nggak lihat hp.'

'Waalaikumussalam, Bim. Iya, ndak apa-apa. Bim, antum sudah selesai imtihan?'

'Kholas, Gus.'

'Alhamdulillah. Kamu bisa pulang ke pesantren besok?'

Aku tertegun sejenak. Ini sangatlah mendadak. 'Ada apa, Gus. Kenapa mendadak sekali?' tanyaku.

'Abah sakit. Abah nyariin antum, abah pengen antum ke sini. Abah masih di rumah. Kata abah, abah nungguin antum ke sini.'

Aku seketika terperanjat kaget. 'Innalillahi, kiyai sakit lagi. Tentu, Gus. Tentu ana bisa pulang ke Indonesia besok.'

'Na'am, Bim. Abah sakit lagi. Alhamdulillah kalau gitu. Ana sudah pesankan tiket buat antum. Besok antum berangkat.'

'Na'am, Gus. Syukron.'

'Ya sudah, kalau gitu sudah dulu. Di sana pasti sudah sangat malam. Kalau gitu ana pamit, assalamu'alaikum.'

Sebening Cinta Az-ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang