11. Kepercayaan?

1.9K 154 67
                                    

“Melawan hawa nafsu memang tak mudah. Karena itulah pahalanya luar biasa istimewa.”
~Khalid Khairul Umam~


—EKSPEKTASI RASA—

"Gimana hari ini?" tanya Ning Syifa sembari membantu menaruh tas dan sorban suaminya.

Meski Ning Syifa juga sebenarnya lelah karena baru saja pulang dari mengajar di ponpes, belum lagi ia sempat ada masalah di toko rotinya. Yah, untungnya untuk hari ini tidak ada jadwal mengisi kajian malam. Jadi, perempuan itu bisa pulang sore.

Khalid duduk di tepi kasur yang kemudian disusul oleh Ning Syifa. "Jadwal saya padet."

Ning Syifa mengangguk.

"Bagaimana denganmu?"

Senyum Ning Syifa mengembang. "Kayaknya gak jauh beda sama, Mas. Akhir-akhir ini saya sering sakit pinggang sebenarnya, sih."

"Mau saya pijat?"

Kontan saja tawaran dari sang suami membuat Ning Syifa agak kaget. Sebenarnya itu tawaran biasa tetapi agak lain saja jika tawaran itu diucapkan oleh Khalid.

"Gak usah mas."

Khalid diam sebentar. Kemudian melirik sang istri lagi. "Mau teh manis hangat?"

"Boleh."

Khalid langsung beranjak. "Saya buatkan."

"Eh, sebentar mas. Mau saya siapkan air hangat untuk mandi?"

Senyum tipis Khalid terukir. "Iya, tolong siapkan ya."

Akhirnya kedua pasutri itu sama-sama sibuk. Khalid sibuk di dapur membuat teh manis hangat untuk istrinya sedangkan Ning Syifa membantu menyiapkan air hangat untuk mandi tak lupa juga pakaian gantinya.

"Habibati bisa tolong ambilkan HP saya di tas?" teriak Khalid dari dapur.

"Iya, Mas."

Usai menyiapkan keperluan mandi untuk Khalid, Ning Syifa melangkah menuju tempat ia menyimpan tas suaminya. Lalu, mengambil HP sang suami. Tapi, saat tangan Ning Syifa menarik HP, sesuatu yang lain turut terbawa dan berakhir jatuh di lantai.

Ning Syifa berjongkok, segera mengambil benda yang jatuh tadi. "Oh, undangan."

Tak mau berlama-lama, Ning Syifa bergegas menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Begitu sampai sana ia langsung duduk di samping suaminya. 

Khalid mendorong gelas berisi teh manis hangat. "Diminum."

Ning Syifa mengangguk. Lantas mulai menyesap teh manis hangatnya. Menyesap teh manis hangat dikala badan tengah lelah benar-benar menenangkan. Rasanya lebih rileks saja.

"Mas mau?"

"Boleh?"

Ning Syifa terkekeh. "Saya nawarin artinya udah ngebolehin, Mas."

Khalid mengangguk. Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Saya mau."

Ning Syifa mendorong pelan gelas mug berisi teh manis hangat yang sisa setengah gelas. Perempuan itu memperhatikan suaminya dari mulai saat meraih mug hingga kala sedang menyesap teh manis dengan tenang.

"Maasya Allah gantengnya suami saya."

Khalid tiba-tiba tersedak.

"Eh, mas pelan-pelan."

"Saya ganteng ya?" 

Astagfirullah keceplosan!

"Maaf keceplosan ... eh ... bukan."

EKSPEKTASI RASA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang