"Semakin kau berusaha taat, semakin banyak godaan untuk bermaksiat. Fisik boleh merasa lelah, tetapi harapan untuk istiqamah jangan sampai patah."
~Ishma Shafira~-EKSPEKTASI RASA-
"Mas?" Ning Syifa mengernyit heran dengan kedatangan suaminya.
"Sudah selesai mengisi kajiannya?"
Ning Syifa mengangguk. Kemudian memasuki mobil diikuti oleh Khalid.
"Mas masih harus banyak istirahat kan?" tanya Ning Syifa khawatir.
Khalid mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Saya sudah baikan."
Tatapan mata Ning Syifa terarah pada dahi sang suami. "Dahi mas masih ada bekas lukanya. Masih perih?"
Khalid menggeleng. "Enggak."
Ning Syifa menghela napas. Entah kenapa masih saja tetap khawatir dengan kondisi suaminya. Apalagi peristiwa kecelakaan itu masih belum lama berlalu. Rasanya seperti baru kemarin. Jujur ia sempat bermimpi buruk beberapa kali perihal kecelakaan Khalid.
Keheningan di mobil membuat Khalid sempat melirik sang istri yang tampak lebih diam dari biasanya. "Jangan terlalu khawatir."
Ning Syifa menoleh. "Kenapa mas nyetir mobil? Mas gak denger apa kata saya buat gak nyetir dulu." Nada bicara Ning Syifa sedikit ada emosi di dalamnya, meski begitu ia berusaha meredamnya.
"Saya baik-baik aja. Saya gak tra--"
"Mas emang gak trauma! Tapi, saya yang trauma, saya yang selalu mimpi buruk dan saya yang selalu khawatir gimana keadaannya kalau mas keluar." Nada bicara Ning Syifa makin lirih kala mencapai akhir kalimat.
Khalid menghentikan mobilnya kala sampai tujuan. Laki-laki itu menatap dalam pada wajah sang istri yang terlihat tidak baik-baik saja. "Saya minta maaf."
Ning Syifa menghela napas. Lalu menatap manik mata sang suami sarat akan perasaan bersalah. "Saya yang justru minta maaf karena sudah berani meninggikan suara pada, Mas."
Khalid mengusap puncak kepala istrinya. "Iya, kita sama-sama salah."
Ning hanya tersenyum tipis.
"Udah sampai."
"Ke kantin dulu aja, Mas. Kata Shafira ruang rawat Gus Faqih masih ramai yang menjenguk. Nanti dikabarin lagi."
Khalid mengangguk.
"Tapi, mas kayaknya aku pengen makan di warteg aja."
"Boleh."
Pasutri itu keluar dari mobil dan berjalan berdampingan menuju warteg terdekat dari Rumah Sakit Cahaya Bunda. Di jam-jam menjelang siang begini rupanya lumayan ramai pembeli. Jadi, Khalid meminta istrinya untuk duduk saja di kursi kosong sedangkan laki-laki itu yang memesan makanan.
Khalid membawa dua piring nasi dan dua gelas air putih yang dibawakan oleh pegawai warteg. Laki-laki itu kemudian duduk bersebrangan dengan istrinya. Usai berdoa, pasutri itu mulai makan.
Khalid sempat memperhatikan istrinya yang masih belum menghabiskan makanannya. "Kamu suka jeroan ayam?"
Senyum Ning Syifa mengembang cantik. "Suka banget, apalagi oseng usus sama hati ayam."
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSPEKTASI RASA [TAMAT]
RomanceBagaimana jadinya ketika Gus Khalid harus memilih antara dua perempuan? Antara Ning Syifa atau Ustadzah Shafira? Khalid benar-benar berada dititik bimbang yang sesungguhnya. Siapakah yang harus Khalid pilih? Memilih Ning Syifa berarti harus merelaka...