14. Quality Time 2

1.7K 126 69
                                    

"Pernikahan itu yang diraih keberkahan, pahala dan keridhaan-Nya. Bukan kepuasan diri dan duniawi."
~Ishma Shafira~

-EKSPEKTASI RASA-

Usai resepsi dan akad nikah, seperti kebanyakan pasutri lainnya. Gus Faqih dan Shafira melakukan honeymoon ke kota Bandung. Agak lain, keduanya tak memilih Bali atau ke luar negeri. Itu semua karena kesepakatan keduanya.

Di kamar hotel, keduanya duduk di kursi yang ada di balkon. Lengkap dengan dua minuman hangat karena cuaca di Bandung sedang dingin-dinginnya. Gus Faqih dengan kopi hitamnya dan Shafira dengan teh manis hangatnya.

"Menurut kamu saya itu gimana?"

Shafira menatap sebentar suaminya setelah menyesap teh manis hangatnya. "Heboh dan lucu."

"Aww ... lucu nih?"

Shafira menatap lurus pada siluet pegunungan. "Kalau mas tahu gimana aku yang dulu, apa mas bakalan kecewa?"

"Masa lalumu?"

Shafira mengangguk. "Masa lalu saya buruk."

Tangan Gus Faqih menggenggam sebelah tangan sang istri. Mengusapnya pelan penuh kasih sayang. Tatapannya pun menatap teduh Shafira. "Semua orang punya masa lalu, saya tidak mempermasalahkan. Yang paling penting adalah kamu yang sekarang. Kamu ... dengan versi terbaikmu."

Karena bahkan ketika saya tahu masa lalumu keseluruhannya pun, saya tetap melanjutkan lamaran dan menikahi kamu. Karena saya yakin kamu sudah berubah menjadi versi terbaikmu.

"Maaf, saya belum bisa jujur," kata Shafira tertunduk merasa bersalah.

Bahkan, sudah hampir 7 tahun berlalu. Nyatanya sosok Khalid masih begitu membekas diingatan. Semacam masih ada perasaan love-hate. Bedanya saat ini perasaannya terhadap Khalid tidak seintens itu. 

Senyum Gus Faqih terukir. Laki-laki itu merangkul sang istri. Lantas mengusap-usap bahunya pelan. "Gak papa."

"Saya minta maaf ya, karena ngerepotin kamu."

Shafira mengernyit. "Ngerepotin gimana, Mas?"

"Kalau laki-laki lain pasti yang nyetir mobil bukan istrinya. Tapi, saya justru kebalikannya."

"Gak apa-apa, Mas."

"Kamu ... pasti capek kan?"

"Capek dalam perjalanan itu wajar mas. Jadi, saya gak masalah."

"Syukurlah kalau kamu gak keberatan."

Shafira merasa aneh kala melihat raut wajah suaminya yang tampak murung. Terbiasa melihat kerandoman dan tingkah konyol Gus Faqih membuat perempuan itu merasakan perbedaannya.

"Mas boleh cerita."

Gus Faqih diam sebentar. Laki-laki itu menyesap kopinya sebentar. Lalu, menatap tepat pada mata istrinya. "Saya ... pernah kecelakaan."

Shafira menyimak dengan penuh perhatian.

Tangan Gus Faqih menyingkap kaosnya sampai sebatas dada. Laki-laki itu menunjut bekas luka seperti sayatan dibagian dada sebelah kiri. 

Shafira yang melihat itu, refleks membeku. Tangan perempuan itu tampak ragu menyentuh. "Masih sakit?"

Gus Faqih menurunkan kembali kaosnya. Laki-laki itu menggeleng. "Udah enggak, cuma ... bekas luka dan traumanya masih ada."

EKSPEKTASI RASA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang