“Ekspektasimu tentang dunia hanya akan membuat lelah. Tapi, ekspektasimu pada-Nya tidak akan pernah salah."
~Dhafi Emir Fatih~-EKSPEKTASI RASA-
Dhafi Emir Fatih, sosok yang saat ini sempat terdiam di depan pintu rumah kedua orangtuanya. Ya, setelah kemarin laki-laki itu minggat ke Jakarta dan mendapat nasehat dari sahabatnya. Emir memutuskan untuk mendengarkan terlebih dahulu penjelasan apa yang mengharuskannya menikahi seorang perempuan yang lumpuh kaki karena insiden tabrakan itu.
Usai menenangkan diri, Emir mengetuk pintu rumahnya pelan. Hanya beberapa saat saja sebelum akhirnya sosok Erina, Bundanya membukakan pintu.
"Assalamuaikum, Bunda."
Sesaat Bunda Erina terdiam, merasa kaget dengan kedatangan anaknya. Mengingat kejadian kemarin cukup kompleks.
"Waalaikumsalam, Nak. Ayo masuk," kata Bunda Erina sembari menarik pelan lengan putranya.
"Mau minum apa?" tanya Bunda Erina ketika melihat putranya sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Kayak biasa aja, Bunda."
Bunda Erina mengangguk pelan. Perempuan paruh baya itu kemudian berlalu menuju dapur untuk mengambilkan air minum untuk anaknya.
Setelah kepergian bundanya, Emir beranjak dari tempat duduk. Laki-laki itu melangkah mendekati buffet pajangan. Ia melihat-lihat kembali foto-foto masa kecilnya dulu sampai pada foto terakhir adalah saat laki-laki itu memutuskan untuk mondok di Ponpes Al-Mutawally Jakarta.
"Bunda kangen kamu, tapi kamunya enggak." Bunda Erina duduk di sofa setelah menyimpan segelas air di meja.
Emir berbalik, lalu duduk di sebelah sang bunda. "Emir juga kangen pisan bunda, cuma kadang gitulah bun ... Emir lumayan sibuk."
"Sibuk bae, padahal kalau diusahain mah bisa atuh, A."
Emir menunduk malu. Laki-laki itu sejenak menyesap air minum yang disediakan bundanya tadi. Saat sibuk minum, Emir mengedarkan pandangannya.
Melihat arah pandang anaknya, Bunda Erina berdehem. "Nyari bapakmu?"
Emir meletakkan gelasnya di meja, ia menoleh menatap sang bunda. "Iya, bapak kemana?"
"Di rumah sakit."
Tiga kata itu sukses membuat Emir bungkam. Tanpa penjelasan panjang pun ia mengerti. Pasti saat ini bapaknya sedang membantu jaga di rumah sakit.
"Aa bisa ke rumah sakit kalau udah gak capek. Sekarang istirahat aja dulu."
Emir mengangguk. Laki-laki itu kemudian menuju kamarnya yang berada dekat dengan ruang tamu alias kamar paling depan. Begitu memasuki kamar, rupanya tidak ada yang berubah. Masih sama seperti saat dulu.
Emir menyimpan tasnya di pojok ruangan. Laki-laki itu sejenak duduk di tepi kasur. Kembali memikirkan mengenai Mazaya Varisha, perempuan yang tak sengaja ditabraknya. Kalau diingat lagi, saat kejadian itu Emir langsung membawa perempuan itu ke rumah sakit sehingga bisa langsung mendapatkan perawatan.
Update terakhir yang Emir ingat adalah Aza hanya mengalami kelumpuhan kaki yang bisa dibilang keparahannya tidak mengharuskan melakukan operasi. Biaya perawatan pun sudah Emir bayar, walau ia harus mengorbankan uang tabungannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSPEKTASI RASA [TAMAT]
RomanceBagaimana jadinya ketika Gus Khalid harus memilih antara dua perempuan? Antara Ning Syifa atau Ustadzah Shafira? Khalid benar-benar berada dititik bimbang yang sesungguhnya. Siapakah yang harus Khalid pilih? Memilih Ning Syifa berarti harus merelaka...