“Perasaan pun termasuk ujian hidup, entah itu marah, sedih, dan bahagia. Rasa itu titik akhirnya adalah
ikhlas dan tawadhu.”~Ishma Shafira~
-EKSPEKTASI RASA-
Mata cantik Shafira terbuka secara perlahan kala mendengar alarm berbunyi. Perempuan itu mengucek sebentar matanya lalu membaca doa bangun tidur. Kala melirik ke samping ia melihat Gus Faqih, suaminya masih dengan wajah basah sembari menenteng sajadah.
"Baru mau saya bangunin."
"Mas udah shalat tahajud?"
"Belum kok, nunggu istri bangun biar sekalian shalat tahajud bareng."
"Sebentar, Mas." Shafira tampak menurunkan kakinya ke lantai, posisinya ia duduk ditepi kasur. Sengaja diam selama beberapa detik karena diam beberapa detik saat bangun termasuk sunnah Nabi.
Tak berapa lama Shafira bergegas mengambil wudhu.
Pasutri yang baru melangsungkan akad nikah kemarin itu, di malam sunyi ini mereka melangsungkan shalat tahajud bersama.
Kala shalat tahajud selesai, keduanya sama-sama menengadahkan tangan untuk berdoa dengan suara yang hanya bisa didengar oleh diri sendiri dan Sang Pencipta.
"Ya Allah, bahkan bila masih ada sisa rasa benci ini untuknya. Tolong hilangkanlah, karena sebaik-baiknya yang kau cintai adalah manusia yang mampu memaafkan." Kala mengatakan doa itu dengan lirih, Shafira seakan bernostalgia akan kenangan masa lalu.
"Bahkan saya tahu kebenaran mengenai istri dan sahabat saya. Ya Allah izinkan saya untuk membimbingnya dan mengikhlaskan semua yang terjadi di masa lalunya." Disisi lain Gus Faqih juga turut berdoa dengan lirih. Laki-laki yang tampak ceria diluar itu nyatanya punya hal yang disembunyikan.
Usai berdoa, Shafira mencium punggung tangan suaminya. Gus Faqih sendiri mengusap sayang puncak kepala istrinya.
"Maafkan saya tidak bisa berterus terang."
Saya takut kamu terluka. Saya belum menyiapkan diri untuk cerita lebih dalam mengenai dia.
Gus Faqih tersenyum. "Gak apa-apa. Saya mengerti. Nyatanya semua manusia itu, mau terlihat se-perfect apapun. Pasti punya hal berat yang pernah dilalui. Ada hal berat yang masih sanggup diceritakan dan ada juga yang tidak bisa diceritakan."
"Saya gak mau berlarut-larut dalam kesedihan."
Tangan besar Gus Faqih merengkuh lembut istrinya yang masih berbalut mukena. "Kamu punya Allah dan saya untuk curhat."
Shafira mengangguk pelan.
Kala pelukannya dilepas, Gus Faqih tersenyum sembari menatap lekat mata cantik istrinya. "Akhirnya saya gak perlu ragu untuk natap mata kamu, Zaujati."
Shafira tersenyum.
"Akhh!" Tiba-tiba Gus Faqih menutup matanya dengan kedua tangan seperti kesakitan.
Shafira yang melihat itu ikutan panik. Perempuan itu mendekatkan dirinya dan memegang tangan sang suami. "Kenapa Mas? Apa yang sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EKSPEKTASI RASA [TAMAT]
RomanceBagaimana jadinya ketika Gus Khalid harus memilih antara dua perempuan? Antara Ning Syifa atau Ustadzah Shafira? Khalid benar-benar berada dititik bimbang yang sesungguhnya. Siapakah yang harus Khalid pilih? Memilih Ning Syifa berarti harus merelaka...